Ganja dan Kratom Masuk Daftar Tanaman Binaan Kementerian Pertanian, BNN Anggap Itu Masalah
BNN menilai kratom memiliki efek yang lebih berbahaya dari heroin dan telah dilarang di sejumlah negara.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lewat Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor 104/KPTS/HK.140/M/2/2020 tentang Komoditas Binaan Kementerian Pertanian menyatakan ganja (cannabis sativa) sebagai salah satu tanaman obat binaan Dirjen Hortikultura.
Selain ganja, kratom (mitragyna speciosa) juga masuk ke dalam daftar 66 tanaman obat binaan Dirjen Holtikultura.
Badan Narkotika Nasional (BNN) mempermasalahkan dua jenis tanaman tersebut.
Menurut Karo Humas BNN Brigjen Polisi Sulistyo Pudjo, kratom memiliki efek yang lebih berbahaya dari heroin dan telah dilarang di sejumlah negara.
Baca: Ganja Sempat Menjadi Komoditas Binaan Tanaman Obat, Begini Penjelasannya?
Meskipun saat ini belum masuk dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, namun peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah melarang penggunaan kratom dalam berbagai produk makanan dan minuman.
"Itu (kratom) di Indonesia sudah dilakukan kajian lama dan dalam proses kriminalisasi, (pengguna) akan dihukum di tahun 2024," kata Pudjo kepada Tribunnews.com, Sabtu (29/8/2020).
"Di negara-negara asean sudah dikriminalisasi, jadi sebulan lalu sekitar 7 ton mitragyna speciosa bubuk, dari Kalimantan Barat itu ditangkap oleh otoritas Singapura," sambungnya.
Sedangkan untuk ganja--yang masuk narkotika golongan I menurut UU Narkotika--tidak diperbolehkan untuk kepentingan pengobatan.
"Bahwa sesuai dengan Undang-Undang 35 Tahun 2009, ganja itu masuk golongan I narkotika, artinya sesuai dengan Pasal 8 Undang-Undang 35 bahwa ganja hanya boleh digunakan untuk kepentingan penelitian," Pudjo menjelaskan.
Pudjo kemudian menyarankan Kementerian Pertanian untuk berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait untuk melakukan kajian terkait hal ini agar tidak melanggar undang-undang.
Diberitakan sebelumnya, Kementan memutuskan untuk mengkaji ulang Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 104/KPTS/HK.140/M/2/2020 yang mencamtukan ganja menjadi tanaman obat.
Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Tommy Nugraha menerangkan, Kementan terlebih dahulu akan mendiskusikan kebijakan tersebut bersama BNN, Kementerian Kesehatan, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
"Kepmentan 104/2020 tersebut sementara akan dicabut untuk dikaji kembali dan segera dilakukan revisi berkoordinasi dengan stakeholder terkait (BNN, Kemenkes, LIPI)," kata Tommy dalam keterangannya, Sabtu (29/8/2020).
Padahal sebelumnya, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menetapkan tanaman ganja sebagai salah satu tanaman obat komoditas binaan Kementerian Pertanian.
Ketetapan itu termaktub dalam Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 104/KPTS/HK.140/M/2/2020 tentang Komoditas Binaan Kementerian Pertanian yang ditandatangani Menteri Syahrul sejak 3 Februari lalu.
"Komoditas binaan Kementerian Pertanian meliputi komoditas binaan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Direktorat Jenderal Hortikultura, Direktorat Jenderal Perkebunan, dan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan," demikian bunyi diktum kesatu Kepmen Komoditas Binaan, Sabtu (29/8/2020).