Covid-19 Belum Usai, Muncul Ebola, Epidemiolog Ingatkan Ancaman Era Pandemi
Saat covid-19 belum berakhir, Epidemiolog Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman menilai era setelah tahun 2020 merupakan 'era pandemi'.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Saat covid-19 belum berakhir, Epidemiolog Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman menilai era setelah tahun 2020 merupakan 'era pandemi' pasca kemunculan virus corona (Covid-19).
Ia menjelaskan bahwa akan ada ancaman pandemi selanjutnya yang harus dihadapi dunia, termasuk Indonesia.
Satu diantaranya karena kembali munculnya wabah Ebola di benua Afrika.
"Jadi ya artinya dalam situasi ini, sekali lagi era setelah 2020 ini dianggap sebagai era pandemi ya. Yang artinya semakin sering ancaman pandemi," ujar Dicky, kepada Tribunnews, Senin (15/2/2021) siang.
Baca juga: Wabah Ebola Muncul di Guinea, 3 Orang Meninggal dan 4 Lainnya Jatuh Sakit
Baca juga: Ebola Tak Hanya di Afrika, Wabah Ini Bisa Masuk Ke Semua Negara, Pernah Terjadi di Amerika dan Eropa
Dicky pun menyarankan pemerintah tiap negara untuk memperketat screening pada pintu masuk negara.
Karena khusus untuk wabah Ebola ini, kata dia, penyebarannya relatif lebih cepat meskipun gejalanya juga lebih mudah terdeteksi.
Baca juga: Epidemiolog Sebut Covid-19 Tidak Bisa Berkembang Biak Pada Makanan Beku
"Ya kita harus tetap perketat pintu masuk, walaupun untuk Ebola ini relatif lebih cepat dan mudah dideteksi. karena keparahannya yang lebih tinggi (membuatnya) lebih mudah terdeteksi," kata Dicky.
Ia kemudian menjelaskan bahwa virus ini bisa masuk ke semua negara termasuk Indonesia, karena faktor iklim pun tidak berpengaruh terhadap penularan virus ini.
"Tapi di Indonesia bukan berarti aman dari penyakit yg seperti ini, bisa terjadi," jelas Dicky.
Sehingga ia kembali mengingatkan agar pemerintah lebih memperketat proses screening di pintu masuk negara, sama seperti yang dilakukan untuk menekan angka penyebaran Covid-19.
"Jadi yang ingin saya ingatkan lagi adalah ini adalah masalah deteksi dini, (perkuat) screening di pintu masuk negara ya," papar Dicky.
Menurutnya, negara padat penduduk seperti Indonesia sangat rentan terhadap penyebaran virus ini.
"Karena Indonesia sebagaimana negara Asia padat penduduk, ini sangat rawan terhadap penyebaran penyakit seperti Ebola ini," tutur Dicky.
Indonesia pun bisa mengalami wabah ini karena menurutnya, iklim tidak mempengaruhi penyebaran Ebola.
"Karena jangan dianggap negara maju atau negara panas akan aman, tidak. Iklim di Indonesia memang nggak sepanas Afrika ya, tapi tidak semua penyakit itu berkaitan dengan iklim," tegas Dicky.
Dicky kemudian menekankan bahwa negara padat penduduk sangat berisiko mengalami kasus ini.
"Jadi sangat rawan, Indonesia juga negara-negara padat penduduk lain sangat rawan," jelas Dicky.
Ia menyebut negara maju seperti Amerika Serikat (AS) dan negara-negara di Eropa bahkan pernah mengalami kasus Ebola pada 2014 lalu.
"Bahkan Eropa pun mengalami tahun 2014 itu, di Italy, di Amerika juga ya kasus infeksi Ebola," kata Dicky.
Oleh karena itu, ia berharap pemerintah meningkatkan kewaspadaan pada pintu masuk negara untuk membatasi akses masuk warga asing yang berpotensi membawa virus ini.
"Jadi kewaspadaan ini harus meningkat, terutama sekali lagi di screening pintu masuk bandara ya. Karena juga kita tidak bisa membatasi atau memfokuskan khusus beberapa negara," tutur Dicky.
Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa meskipun wabah ini dari Afrika namun bukan hanya orang Afrika saja yang bisa membawa virus Ebola.
Warga di benua Asia, Eropa atau Amerika pun bisa saja membawa virus ini, karena penyebarannya bisa melalui kontak erat.
"Yang aktivitas dari Afrika ini kan tidak hanya orang Afrikanya saja, tapi juga orang Eropa dan orang Asia lain, jadi ini yang harus diperhatikan," pungkas Dicky.
--