16 Penyakit yang Berpotensi Jadi Pandemi Selanjutnya, Termasuk Nipah, Virus Hendra hingga Ebola
16 penyakit telah muncul di negara-negara di seluruh dunia dan berpotensi memicu pandemi baru
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Citra Agusta Putri Anastasia
TRIBUNNEWS.COM - Penyakit yang disebut dapat menghancurkan peradaban bila mulai menyebar telah diidentifikasi dalam laporan baru.
Dilansir Mirror, 16 penyakit telah muncul di berbagai negara di seluruh dunia dan berpotensi memicu pandemi baru, demikian klaimnya.
Sementara beberapa penyakit sudah terkenal di Barat, seperti E. coli dan HIV, penyakit lain kurang dikenal tetapi sama mematikannya.
Salah satu penyakit dalam daftar dapat menyebabkan pendarahan dari lubang dan pembengkakan otak.
Penyakit tersebut disorot dalam laporan yang diterbitkan oleh Koalisi untuk Inovasi Kesiapsiagaan Epidemi (CEPI), sebuah organisasi yang didirikan oleh Bill and Melinda Gates Foundation, Wellcome Trust, dan beberapa negara.
Baca juga: WHO Tulis Daftar 9 Virus serta Penyakit Berbahaya yang Mengancam Dunia, dari Nipah hingga Zika
Dokumen tersebut memperingatkan: "Covid-19 hanyalah salah satu dari banyak penyakit dengan potensi pandemi."
"Lebih dari 1,6 juta spesies virus yang belum ditemukan dari keluarga virus ini diperkirakan ada pada mamalia dan inang burung.
"Dan salah satu dari penyakit ini bisa jadi Covid berikutnya, atau lebih buruk."
Isu yang disorot dalam laporan itu adalah virus corona selain Covid-19, yang dapat merusak populasi dunia dengan konsekuensi yang lebih mematikan.
Laporan itu juga memperingatkan: "Munculnya virus corona yang menggabungkan penularan Covid-19 dengan SARS atau MERS akan menghancurkan peradaban."
Penyakit lain dapat muncul kembali dengan mematikan, menurut CEPI, seperti HIV dan Ebola di Afrika.
Salah satu kondisi dalam daftar memiliki kualitas yang mirip dengan Wabah Bubonic, yang diturunkan ke manusia dari kutu pada tikus.
Demam Lassa ditularkan dari hewan pengerat ke tikus dan dapat menyebabkan pembengkakan wajah, pendarahan dari mulut, hidung, mata dan vagina, dan kejang pada kasus yang parah.
Tahun lalu kondisi tersebut, yang menyebabkan seperempat pasien yang selamat kehilangan pendengaran mereka, merenggut 144 nyawa di Nigeria dan memiliki tingkat kematian sekitar 1 dari 100.