Pengobatan Tradisional Belum Punya Posisi Kuat di Dunia Medis Indonesia
Obat yang memiliki bahan dasar alami atau pengobatan tradisional ini belum mendapatkan 'posisi kuat' di industri farmasi tanah air.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Anita K Wardhani
"Di beberapa negara itu mereka (dokter) memiliki kewenangan untuk meresepkan obat herbal. Contohnya di South Korea ini ada 15,26 persen dokter meresepkan obat herbal, kemudian di China 12,63 persen, di Taiwan 9,69 persen, yang paling tinggi adalah di Jerman, lebih dari 50 persen dari para dokter di Jerman sudah terlatih dan boleh menuliskan obat herbal dalam terapi. Otomatis obat herbal itu masuk dalam semacam JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) di sana," kata Dr Raymond.
Ia menjelaskan, perusahaannya juga telah banyak mengembangkan OMAI berbasis molekuler, karena khasiat OMAI tidak kalah dengan obat berbasis kimiawi.
OMAI merupakan obat yang terbuat dari bahan alam berupa ekstrak atau fraksi tanaman yang tumbuh di Indonesia, tanaman asli Indonesia maupun tanaman yang pernah ditulis dalam buku-buku herbal Indonesia.
"Riset penemuannya pun dilakukan di Indonesia serta memiliki data mekanisme kerja yang jelas, diproduksi secara farmasetika modern dan telah memperoleh status sebagai Obat Herbal Terstandar atau Fitofarmaka," jelas Dr Raymond.
Beberapa OMAI yang telah teruji pun dianggap mampu menjadi substitusi obat- obatan kimia yang umumnya memiliki bahan baku impor.
OMAI tersebut diantaranya adalah Redacid yang dikembangkan dari kayu manis (Cinamommum Burmanii) yang terbukti mampu mengobati gangguan asam lambung.
Kemudian ada pula OMAI yang dikembangkan dari kayu manis dan dikombinasikan dengan tanaman bunggur (Lagerstroemia) dan disebut Inlacin, ini teruji klinis mampu menurunkan HbA1C bagi para diabetesi.
Selanjutnya ada HerbaPAIN yang dikembangkan dari tanaman mahkota dewa (Phaleria macrocarpa), OMAI ini teruji mampu mengurangi rasa nyeri.
Lalu ada STIMUNO, yang teruji klinis selama 17 tahun sebagai imunomodulator.
--