Pengobatan Tradisional Belum Punya Posisi Kuat di Dunia Medis Indonesia
Obat yang memiliki bahan dasar alami atau pengobatan tradisional ini belum mendapatkan 'posisi kuat' di industri farmasi tanah air.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keanekaragaman hayati (biodiversity) Indonesia saat ini turut dimanfaatkan dalam dunia medis tanah air.
Perkembangan pengobatan pun turut memanfaatkan obat-obatan yang berasal dari kekayaan alam ini.
Hal ini dibuktikan melalui kehadiran Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) yang telah terbukti secara praklinis maupun klinis bisa digunakan untuk terapi penyakit.
Namun obat yang memiliki bahan dasar alami atau pengobatan tradisional ini belum mendapatkan 'posisi kuat' di industri farmasi tanah air.
Baca juga: Pemerintah Disarankan Kembangkan Industri Herbal Dibandingkan Miras
Baca juga: Apa Itu Daun Bidara? Tanaman Herbal yang Memiliki Banyak Manfaat Kesehatan
Wakil Ketua Umum 1 sekaligus Ketua Terpilih Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), dr Muhammad Adib Khumaidi, Sp.OT, mengatakan pemanfaatan obat tradisional di Indonesia belum bisa sejajar dengan Jepang yang telah menggunakan pengobatan tradisional bagi dunia medisnya.
Di Negeri Sakura, kata dia, pengobatan tradisional telah diakui oleh pemerintahnya, bahkan ditanggung oleh asuransi kesehatan.
Oleh karena itu, sebagai praktisi kesehatan, para dokter perlu memiliki pengetahuan tentang pengobatan tradisional atau herbal.
Selain itu profesi ini juga harus memiliki kompetensi dalam mengintegrasikan 2 paradigma pengobatan ke dalam pelayanan kesehatan.
Hal ini disampaikannya dalam webinar Pertemuan Ilmiah Tahunan Perkumpulan Dokter Herbal Medik Indonesia (PIT PDHMI) 2021, Sabtu (20/3/2021).
"Misalnya dengan cara insersi kurikulum pengobatan tradisional komplementer atau herbal ke dalam pendidikan kedokteran dan penguatan kompetensi dokter," kata dr Adib.
Ia pun kemudian mendorong disusunnya regulasi yang memberikan legitimasi pengobatan herbal di Indonesia.
Sementara itu, Molecular Pharmacologist sekaligus Direktur Pengembangan Bisnis dan Saintifik PT Dexa Medica, Dr Raymond Tjandrawinata mengatakan bahwa para dokter memiliki kewenangan dalam membuat resep obat herbal.
Hal ini terjaditerjadi pada sejumlah negara seperti Korea Selatan, China, Taiwan, hingga Jerman.
"Di beberapa negara itu mereka (dokter) memiliki kewenangan untuk meresepkan obat herbal. Contohnya di South Korea ini ada 15,26 persen dokter meresepkan obat herbal, kemudian di China 12,63 persen, di Taiwan 9,69 persen, yang paling tinggi adalah di Jerman, lebih dari 50 persen dari para dokter di Jerman sudah terlatih dan boleh menuliskan obat herbal dalam terapi. Otomatis obat herbal itu masuk dalam semacam JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) di sana," kata Dr Raymond.
Ia menjelaskan, perusahaannya juga telah banyak mengembangkan OMAI berbasis molekuler, karena khasiat OMAI tidak kalah dengan obat berbasis kimiawi.
OMAI merupakan obat yang terbuat dari bahan alam berupa ekstrak atau fraksi tanaman yang tumbuh di Indonesia, tanaman asli Indonesia maupun tanaman yang pernah ditulis dalam buku-buku herbal Indonesia.
"Riset penemuannya pun dilakukan di Indonesia serta memiliki data mekanisme kerja yang jelas, diproduksi secara farmasetika modern dan telah memperoleh status sebagai Obat Herbal Terstandar atau Fitofarmaka," jelas Dr Raymond.
Beberapa OMAI yang telah teruji pun dianggap mampu menjadi substitusi obat- obatan kimia yang umumnya memiliki bahan baku impor.
OMAI tersebut diantaranya adalah Redacid yang dikembangkan dari kayu manis (Cinamommum Burmanii) yang terbukti mampu mengobati gangguan asam lambung.
Kemudian ada pula OMAI yang dikembangkan dari kayu manis dan dikombinasikan dengan tanaman bunggur (Lagerstroemia) dan disebut Inlacin, ini teruji klinis mampu menurunkan HbA1C bagi para diabetesi.
Selanjutnya ada HerbaPAIN yang dikembangkan dari tanaman mahkota dewa (Phaleria macrocarpa), OMAI ini teruji mampu mengurangi rasa nyeri.
Lalu ada STIMUNO, yang teruji klinis selama 17 tahun sebagai imunomodulator.
--