Bio Farma Melobi 25,2 Juta Dosis Moderna dan Sinopharm untuk Vaksinasi Mandiri
Honesti Basyir mengatakan pihaknya masih bernegosiasi untuk mendapatkan 25,2 juta dosis vaksin Sinopharm dan Moderna ke Indonesia.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Utama PT Bio Farma Honesti Basyir mengatakan pihaknya masih bernegosiasi untuk mendapatkan 25,2 juta dosis vaksin Sinopharm dan Moderna ke Indonesia.
Basyir mengatakan, negosiasi dilakukan dengan produsen Sinopharm asal Cina dan produsen Moderna asal Amerika Serikat. Dari negosiasi itu, bakal didaparkan 20 juta dosis dari Sinopharm yang akan masuk Indonesia kuartal kedua 2021. Sementara ada 5,2 juta dosis Moderna yang bakal masuk pada kuartal ketiga 2021.
Ia mengatakan vaksin dari dua negara tersebut akan digunakan dalam program vaksinasi gotong royong bagi perusahaan swasta.
"Untuk ketersediaan vaksinnya sendiri sesuai dengan Permenkes Nomor 10 tahun 2021, karena harus dibedakan dengan vaksin program pemerintah. Sampai saat ini kita masih melakukan negosiasi dengan dua jenis vaksin (Sinopharm dan Moderna)," kata Basyir, saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI, Senin (29/3).
Baca juga: Riset SMRC Mengejutkan: Sosok Prabowo Lebih Bisa Dorong Warga Vaksinasi Ketimbang Jokowi
Basyir menjelaskan Sinopharm adalah vaksin yang menggunakan platform yang sama dengan Sinovax yaitu inactivated. Sementara Moderna menggunakan platform baru yakni mRNA.
Baca juga: Riset SMRC Mengejutkan: Sosok Prabowo Lebih Bisa Dorong Warga Vaksinasi Ketimbang Jokowi
Vaksin tersebut, kata Basyir, juga memiliki cold chain di minus 20 derajat untuk bisa menjaga mutu. Sedangkan kesamaannya dengan Sinopharm, kata Basyir, Moderna disuntik dua dosis dengan interval vaksin pertama dan kedua 28 hari. "Sekarang kita juga lagi proses diskusi dengan mereka," kata Basyir.
Baca juga: Kolaborasi Halodoc, Gojek dan Technoplast Hadirkan Vaksinasi Drive Thru di Surabaya
Vaksinisasi gotong royong, kata Basyir, juga merupakan bagian dari program pemerintah tapi dalam mekanisme yang berbeda.
Vaksinasi gotong royong, kata Basyir, ditujukan untuk korporasi yang membiayai karyawan dan keluarganya sehingga mekanismenya dipisahkan dari vaksin pemerintah.
"Jenis vaksinnya juga akan berbeda. Jadi tidak boleh vaksin yang sudah digunakan dalam program pemerintah itu digunakan untuk vaksin gotong royong," kata Basyir.
Sedangkan untuk pelaksanaan registrasinya, kata Basyir, pemerintah sudah menunjuk KADIN untuk melakukan registrasi. Data yang dikumpulkan KADIN kemudian diserahkan Kementerian Kesehatan.
Kementerian Kesehatan akan menugaskan holding farmasi untuk menyiapkan pasokannya. "Supply tetap ada di holding farmasi tapi proses registrasi korporasi yang ikut, terkait juga berapa jumlah karyawan atau keluarga yang terlibat itu nanti akan siserahkan ke KADIN, dan data itu akan diserahkan ke Kementerian Kesehatan untuk nanti diberikan kepada Bio Farma untuk proses vaksinasinya," kata Basyir.
Sedangkan untuk proses vaksinasinya, Bio Farma akan bekerja sama dengan faskes-faskes swasta lainnya.
Berdasarkan informasi sementara yang diterimanya, kata Basyir, sampai saat ini sudah ada 7,5 juta orang yang sudah mendaftarkan diri ke KADIN.
Namun pihaknya yakin angkanya akan terus bertambah karena KADIN juga masih membuka registrasi gelombang kedua.
"Karena dari informasi sementara yang kami dapat dari KADIN, sudah ada sekitar 7,5 juta populasi yang bagian dari korporasi tersebut yang sudah mendaftarkan ke KADIN. Sehingga kalau kita asumsikan satu orang mendapat dua dosis, minimal 15 juta dosis harus kita siapkan untuk supply vaksin gGotong Royong," kata Basyir. (Tribun Network/Gita Irawan/sam)