Dampak BPA Mengkhawatirkan, Komnas PA, AIMI dan Arzeti Bilbina Sepakat Segera Lakukan Pelabelan
Bahaya Bisphenol A (BPA) dipandang sudah mengkhawatirkan. Karena itu perlu ada kebijakan tegas untuk mengatasinya. Salah satunya melalui pelabelan BPA
Penulis: FX Ismanto
Editor: Anita K Wardhani
Jika larut dan air minum yang terkandung BPA ini masuk ke dalam tubuh, maka sel kanker dapat dipicu untuk hidup dan membuat risiko terjadinya kanker semakin tinggi.
Masyarakat pun diminta hati-hati, tidak mengonsumsi makanan yang mengandung BPA adalah gunakan kemasan bebas BPA.
Pemerintah harus memuat regulasi yang lebih ketat dalam penggunaan kandungan BPA pada kemasan makanan ataupun minuman.
Lantas bagaimana dengan sikap pemerintah?
Menurut Arzeti Bilbina S. E, M.A.P anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKB memberikan angin segar.
Pemerintah menyambut positif usulan pengawasan pada BPA.
Bahkan DPR RI telah melakukan rapat kerja dengan BPOM. Pada tahun anggaran 2022 pemerintah akan mengalokasikan untuk sosialisasi bahaya BPA.
Arzeti sosok anggota dewan yang juga gencar mengkampanyekan bahaya BPA ini mendukung jika kemasan plastik makanan dan minuman harus free BPA.
Senada dengan Nia Umar dan Arzeti, Ketua Komisi Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait dengan tegas menyatakan kekecewaan atas lambannya pihak BPOM yang tidak segera memberi label pada galon guna ulang yang jelas mengandung BPA.
Arist mengaku, sudah beberapa kali menjadi narasumber webinar tentang pelabelan BPA. Dan BPOM masih lambat dalam menetapkan revisi PERKA label.
Jika di banyak negara, BPA pada kemasan sudah dilarang, Arist menilai di Indonesia kebijakannya lamban.
Ia menduga ada upaya penggagalan pelabe;an BPA dengan memasang ada ambang batas.
"Sepertinya saya mencium upaya untuk menggagalkan rencana BPOM untuk merevisi PERKA label terkait BPA pada kemasan galon isi ulang dan memasang label peringatan pada ke,asan plastik yang mengandung BPA.
Salah satunya ada upaya untuk tidak mencantumkan label peringatan BPA pada kemasan galon isi ulang berbahan PC dengan kode plastik No7, dengan mensyaratkan batas ambang.
Seharusnya tidak ada toleransi batas ambang terkait kemasan yang mengandung BPA untuk bayi, balita dan janin pada ibu hamil. Jangan sampai upaya ini malah menyesatkan bagi konsumen, BPA tetap racun. Migrasinya tidak layak dikonsumsi oleh usia rentan," papar Arist Merdeka.
Arist bertekad tidak akan surut dalam memperjuangkan kesehatan bagi anak, bayi, balita dan janin.