Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Kesehatan

Atasi Impor Obat, Pemerintah Dukung Pengembangan Fitofarmaka Jadi Produk Farmasi Utama Indonesia

Fitofarmaka merupakan obat dari bahan alami yang telah melalui proses uji klinis sehingga memiliki khasiat setara dengan obat.

Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Anita K Wardhani
zoom-in Atasi Impor Obat, Pemerintah Dukung Pengembangan Fitofarmaka Jadi Produk Farmasi Utama Indonesia
Shutterstock
Atasi Impor Obat, Pemerintah Dukung Pengembangan Fitofarmaka Jadi Produk Farmasi Utama Indonesia 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Produk farmasi Indonesia masih didominasi oleh produk impor. Padahal di masa pandemi, permintaan obat-obatan dan suplemen justru meningkat pesat.

Fitofarmaka merupakan obat dari bahan alami yang telah melalui proses uji klinis sehingga memiliki khasiat setara dengan obat.

Sekretaris Perusahaan Indofarma Wardjoko Sumedi mengatakan, potensi pengembangan Fitofarmaka di Indonesia terbuka lebar di tengah upaya untuk memasukan kategori produk farmasi ini dalam Formularium nasional (FORNAS).

Baca juga: Langkah Strategis Rektor Unair, Kerja Sama dengan Kemenhan Teliti Vaksin dan Obat-obatan (2-Habis)

Baca juga: Ingin Kurangi Impor Obat Covid Molnupiravir, Luhut: Kita Upayakan Bangun Pabriknya di Dalam Negeri

"Potensi Fitofarmaka ke depan akan sangat bagus karena Fitofarmaka akan diupayakan masuk ke dalam FORNAS sebagai upaya pengobatan promotif dan preventif," kata dia dalam keterangannya, Selasa (9/11/2021).

Dia menjelaskan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pun telah memberikan dukungan untuk pengembangan Fitofarmaka.

Indonesia terkenal dengan beragam tumbuhan dan rempah-rempah yang sering digunakan sebagai bahan untuk obat-obatan herbal. Salah satu obat herbal tradisonal di Indonesia yang saat ini masih banyak dikonsumsi adalah jamu. Jamu telah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia sejak dahulu kala. Jamu merupakan obat herbal tradisional yang bahan-bahannya terbuat dari resep warisan budaya Indonesia dan sudah digunakan turun-temurun. Leluhur kita telah menggunakan jamu dan berbagai ramuan herbal lainnya untuk mengobati macam-macam penyakit. Belakangan ini sering muncul tudingan bahwa jamu atau berbagai obat herbal lainnya bisa berbahaya bagi tubuh. Padahal menurut pakar herbal, jamu tidak akan membahayakan tubuh asalkan tahu ketentuan untuk membuatnya. DR. Charles Saerang menyatakan bahwa banyak masyarakat Indonesia yang menganggap jamu merupakan resep yang mudah dan bisa dibuat sendiri, padahal jamu ataupun obat herbal lainnya harus diolah secara khusus oleh ahlinya untuk memperoleh khasiat yang maksimal. DR. Charles juga berpendapat bahwa jamu atau obat herbal yang dituding berbahaya itu ialah yang telah dicampur dengan obat-obatan kimia yang terkadang memiliki efek samping. Jamu kimia tidak sama dengan jamu tradisional empiris. Jamu kimia sudah dicampur obat-obatan kimia sehingga tidak aman. Namun, kalau jamu tradisional empiris itu herbal murni yang bersifat turun-temurun dari generasi ke generasi serta tidak ada efek samping.  Kini DR. Charles Saerang, yang juga merupakan cucu salah satu pelopor industri jamu Ibu Lauw Ping Nio atau Nyonya Meneer, meneruskan himpunan resep-resep jamu Nyonya Meneer melalui PT Jaya Mitra Kemilau (JMK) untuk memproduksi jamu dan produk-produk herbal agar dapat menyehatkan masyarakat Indonesia. JMK memproduksi obat-obatan herbal yang kebanyakan adalah jamu tradisional. Selain jamu tradisional, tersedia juga produk herbal perawatan kulit dan bayi serta produk herbal perawatan untuk ibu yang habis bersalin. TRIBUNNEWS.COM/IST/FX ISMANTO
Indonesia terkenal dengan beragam tumbuhan dan rempah-rempah yang sering digunakan sebagai bahan untuk obat-obatan herbal. Salah satu obat herbal tradisonal di Indonesia yang saat ini masih banyak dikonsumsi adalah jamu TRIBUNNEWS.COM/IST/FX ISMANTO (TRIBUNNEWS.COM/TRIBUNNEWS.COM/FX ISMANTO)

Misalnya, dengan membuat kebijakan dan regulasi untuk percepatan pengembangan dan pemanfaatan Fitofarmaka.

Berita Rekomendasi

"Memfasilitasi kerjasama Riset dan Development dengan lembaga penelitian baik di lingkungan perguruan tinggi maupun di Kementerian Kesehatan (Litbangkes dan B2P2TOOT Tawangmangu, BALITRO) dan lain-lain," jelas dia.

Wardjoko pun berharap, ke depan Fitofarmaka bisa menjadi produk farmasi asli Indonesia yang digunakan dalam layanan kesehatan formal dan yang mampu dijangkau oleh banyak kalangan.

Hal senada juga disampaikan, Direktur Pengembangan Bisnis dan Saintifik Dexa Group, Dr Raymond Tjandrawinata.

Ia menyebut pengembangan Fitofarmaka dapat mengantisipasi terjadinya supply shock seperti yang sempat dialami industri farmasi di Indonesia pada awal pandemi Covid-19.

"Itulah kata kunci yang harus disepakati bahwa urgensi untuk membangun kemandirian ini tidak bisa ditawar lagi, urgensi ini bisa dibangun bersama. ,” tegas Raymond.


Pemerintah Dukung Pengembangan Fitofarmaka dalam Negeri

Pemerintah pun mendorong pengembangan Fitofarmaka dalam mengatasi impor obat.

Pasalnya bahan baku alami obat-obatan banyak tersedia di Indonesia.

Fitofarmaka tergolong ke dalam obat tradisional seperti halnya jamu dan obat herbal terstandar. Keamanan dan khasiat fitofarmaka dibuktikan secara ilmiah melalui uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produknya telah distandardisasi.

“Ini akan menjamin keamanan kita dalam melakukan transformasi kesehatan di masa depan,” kata Wakil Menteri Kesehatan dr Dante Saksono Herbuwono seperti dikutip dalam laman resmi Kemenkes, Selasa (9/11/2021).

Wamenkes Dante mengungkapkan ada beberapa obat kimiawi yang dasarnya adalah fitofarmaka, seperti obat diabetes metformin.

Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono dalam acara pemberian Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)  Award Tahun 2021, Jumat (15/10/2021).
Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono dalam acara pemberian Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Award Tahun 2021, Jumat (15/10/2021). (Tribunnews.com/ Rina Ayu)

Obat tersebut dulunya adalah obat yang berasal dari daun yang kemudian diprdoduksi sebagai fitofarmaka di prancis. Lebih dari 50 tahun penggunaan metformin dan ternyata obat tersebut sudah bisa diekstrak unsur kimiawinya secara spesifik.

“Memang prosesnya tidak sederhana, butuh regulasi, butuh transformasi, butuh riset dan biaya yang nanti akan kita gunakan dan kita akselerasi bersama-sama,” ungkapnya.

Dari sekitar 11.218 tanaman obat yang tercatat oleh Kementerian Kesehatan, baru ada 26 Fitofarmaka menurut data Kemenkes atau 35 Fitofarmaka yang terdaftar menurut Nomor Izin Edar (NIE) dari Badan POM RI.

Berdasarkan NIE dari BPOM RI sebanyak 23 produk Fitofarmaka didaftarkan oleh PT Dexa Medica, 8 produk dari PT Ferron Par Pharmaceuticals, 2 produk dari PT Phapros, dan 2 produk dari PT Royal Medicalink Pharmalab. Produk Fitofarmaka saat ini juga dikenal dengan sebutan Obat Modern Asli Indonesia (OMAI).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas