Mengapa Pengobatan TBC Harus Dilakukan Enam Bulan Tanpa Henti? Dokter Beri Penjelasan
Tercatat 80 persen penyakit TBC menyerang paru-paru. Di sisi lain, pengobatan TBC tidaklah sebentar yaitu minimal 6 bulan.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pada dasarnya Tuberkolosis atau TBC bisa menyerang organ-organ di dalam tubuh. Di antaranya yaitu ginjal, kulit, otak, tulang dan sebagainya.
Namun, dr Santi dari Medical Center Kompas Gramedia group mengatakan jika 80 persen penyakit TBC menyerang paru-paru.
Di sisi lain, pengobatan TBC tidaklah sebentar yaitu minimal 6 bulan. Sayangnya banyak orang yang tidak bisa komitmen menjalani pengobatan selama 6 bulan.
Padahal kata dr Santi, akan ada dampak serius jika pengobatan terputus. Kuman penyebab TBC dalam paru-paru tidak semua mati.
Baca juga: Angka Kematian Akibat TBC Meningkat 1,5 Juta Kasus saat Pandemi Covid-19
"Kuman ini ada beberapa jenis, dorman dan aktif. Kuman yang Dorman, tidur dan sembunyi. Kalau sembunyi susah dimatikan. Terus menerus kasih anitobiotik agar semua mati," paparnya dalam kanal YouTube Sonora FM dikutip Tribunnews, Sabtu (11/12/2021).
Orang yang minum antibiotik secara tidak teratur maka kuman di dalam tubuh akan resisten alias kebal terhadap obat yang diberikan.
Akibatnya dokter harus memberikan pasien ini obat lapis kedua. Obat yang lebih canggih dan kuat.
Pengobatan lapis kedua seperti ini tentu membutuhkan biaya lebih besar. Dan juga dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk mematikan bakteri yang sudah kuat.
Baca juga: Menko PMK: Stunting dan TBC Tidak Hanya Terjadi di Masyarakat Miskin
"Obat harus diganti. Seringkali diberikan suntikan. Setiap kali datang disuntik, sebulan dan dua bulan dan menyakitkan. Karena biasanya minum obat lewat mulut, kali ini disuntik," kata dr Santi lagi.
Karenanya pasien TBC Paru diharapkan jangan berhenti berobat sebelum dinyatakan selesai. Takutnya malah membuat kuman menjadi kebal, resisten dan ada efek samping terhadap diri sendiri.
"Dan si kuman di dalam tubuhnya kalau menular keorang lain kasian. Karena ketularan virus yang udah pinter. Begitu masuk kuman yang sakti, udah gak mempan obat ini," pungkasnya.