Mitos atau Fakta, TBC adalah Penyakit Menurun? Berikut Penjelasan Dokter
TBC hampir serupa dengan Covid-19. Karena penularannya bisa sama-sama lewat udara atau droplet.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Banyak masyarakat yang mengira jika Tuberkolosis atau TBC adalah penyakit yang menurun.
Padahal menurut dr Santi dari Medical Center Kompas Gramedia, hal itu tidaklah benar.
Dr Santi menyebutkan jika TBC bukanlah penyakit menurun tapi menular.
"Misalnya anak tinggal serumah dengan orangtua maka bisa tertular karena kontak erat. Atau kalau orangtua tinggal dengan orang lain, tanpa ikatan darah ada kemungkinan menular," paparnya pada kanal YouTube Sonora FM, Senin (13/12/2021).
Dokter Santi mengatakan jika TBC hampir serupa dengan Covid-19. Karena penularannya bisa sama-sama lewat udara atau droplet.
Droplet keluar dari saluran pernapasan yaitu hidung dan mulut lalu berpotensi menyebarkan membawa bakteri TBC.
"Sehingga bila terhirup orang sekitar maka akan terinfeksi. Tapi sekali lagi terinfeksi belum tentu sakit TB. Infeksi masuk ke dalam tubuh, maka ada perlawanan," kata dr Santi.
Jika daya tahan tubuh kuat dan menang, bakteri TBC yaitu Mycobacterium tuberculosis akan dikurung, lalu dibungkus oleh sel imunitas tubuh. Sehingga tidak menimbulkan sakit.
Bakteri tersebut akan menunggu daya tahan tubuh turun. Lalu dia bangkit dan berkembang biak sehingga dapat menimbulkan TBC.
Baca juga: Penelitian, Satu Penderita TBC Bisa Tularkan 15 Orang di Sekitarnya, Waspadai TB Laten
Pengobatan TBC
Pada dasarnya Tuberkolosis atau TBC bisa menyerang organ-organ di dalam tubuh. Di antaranya yaitu ginjal, kulit, otak, tulang dan sebagainya.
Namun, dr Santi mengatakan jika 80 persen penyakit TBC menyerang paru-paru.
Di sisi lain, pengobatan TBC tidaklah sebentar yaitu minimal 6 bulan.
Sayangnya banyak orang yang tidak bisa komitmen menjalani pengobatan selama 6 bulan.
Padahal kata dr Santi, akan ada dampak serius jika pengobatan terputus. Kuman penyebab TBC dalam paru-paru tidak semua mati.
"Kuman ini ada beberapa jenis, dorman dan aktif. Kuman yang Dorman, tidur dan sembunyi. Kalau sembunyi susah dimatikan. Terus menerus kasih anitobiotik agar semua mati," paparnya.
Orang yang minum antibiotik secara tidak teratur maka kuman di dalam tubuh akan resisten alias kebal terhadap obat yang diberikan.
Akibatnya dokter harus memberikan pasien ini obat lapis kedua. Obat yang lebih canggih dan kuat.
Baca juga: Mengapa Pengobatan TBC Harus Dilakukan Enam Bulan Tanpa Henti? Dokter Beri Penjelasan
Pengobatan lapis kedua seperti ini tentu membutuhkan biaya lebih besar. Dan juga dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk mematikan bakteri yang sudah kuat.
"Obat harus diganti. Seringkali diberikan suntikan. Setiap kali datang disuntik, sebulan dan dua bulan dan menyakitkan. Karena biasanya minum obat lewat mulut, kali ini disuntik," kata dr Santi lagi.
Karenanya pasien TBC Paru diharapkan jangan berhenti berobat sebelum dinyatakan selesai.
Dikhawatirkan malah membuat kuman menjadi kebal, resisten dan ada efek samping terhadap diri sendiri.
"Dan si kuman di dalam tubuhnya kalau menular ke orang lain kasihan. Karena ketularan virus yang udah pinter. Begitu masuk kuman yang sakti, udah gak mempan obat ini," ujarnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.