Omicron Makin Meluas, Epidemiolog Sarankan Percepat Vaksin Booster dan Kerja WFH
Pemerintah diminta mempercepat program vaksinasi Covid-19, terutama pada kelompok berisiko seperti orang lanjut usia atau memiliki komorbid.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Epidemiologi Griffith University, Dicky Budiman menyebutkan munculnya kasus kematian baru karena Omicron menjadi pertanda agar Pemerintah segera mengambil langkah mitigasi.
Di antaranya mempercepat program vaksinasi Covid-19, terutama pada kelompok berisiko seperti orang lanjut usia atau memiliki komorbid.
"Kalau tidak lakukan mitigasi secara cepat, kasus kematian pada anak akan menumpuk. Artinya mendapat berita seperti itu. seperti yang terjadi di luar negeri atau negara lain," ungkap Dicky pada Tribunnews, Senin (24/1/2022).
Saat ini kata Dikcy kurang lebih 30 persen kelompok rawan karena belum divaksin untuk dua dosis. Kemudian pada kelompok lansia, di Indonesia masih ada 50 persen yang belum divaksin lengkap.
"Apalagi kalau bicara booster. Nah ini artinya harus dikejar. Karena kalau tidak, mereka akan jadi korban. Kemudian kerawanan lainnya adalah anak anak ini dari usia 6 tahun ke atas baru dimulai dan belum divaksin penuh," tegasnya lagi.
Baca juga: Khawatirkan Omicron, 5 Organisasi Medis Minta Evaluasi PTM Anak Usia di Bawah 11 Tahun
Menurut Dicky, setiap orang harus melindungi anak-anak yang di bawah 6 tahun. Dengan cara membuat mitigasi apa pun. Dan lagi, orang-orang sekitar kita harus segera divaksin.
Baca juga: Dua Kasus Kematian di Indonesia, Epidemiolog : Varian Omicron Punya Potensi Sama dengan Varian Lain
Untuk pembelajaran tatap muka (PTM), mau tidak mau harus dimundurkan dalam sebulan. Dicky menyarankan untuk melakukan pembelajaran secara online saja.
"Karena berbahaya, termasuk WFH (bekerja dari rumah) harus ditingkatkan. Mau 50 atau 75 persen, tapi harus dilakukan karena itu yang membantu," pungkasnya.