Masih 24,4 Persen, Kemenkes Sebut Perlu Kerjasama Capai Target 14 Persen Stunting di Tahun 2024
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) menyebutkan hasil survei status gizi indonesia di tahun 2021
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) menyebutkan hasil survei status gizi indonesia di tahun 2021 memiliki prevalensi 24,4 persen.
Artinya 1 dari 4 anak mengalami stunting.
Menurut Direktur Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan Dr. Dhian P. Dipo selaku MA, dibutuhkan keseriusan dan dan kerjasama dalam menghadapi masalah ini.
Apa lagi Presiden Republik Indonesia Joko Widodo telah menyampaikan bahwa ditargetkan pada tahun 2024, stunting turun hingga 14 persen.
"Artinya memang harus kerjasama, kerja keras dan kerja nyata. Kalau tidak seperti itu, tidak akan bisa tercapai target yang kita gariskan," ungkap Dhian dalam webinar yang diadakan oleh Harian Kompas dan Danone, Rabu (26/1/2022).
Dalam hal ini ada dua hal yang dilakukan sebagai intervensi. Pertama intervensi spesifik dan sensitif. Kemenkes sendiri mempunyai tanggungjawab di intervensi spesifik.
Baca juga: Guru Besar Ilmu Gizi: Asupan Protein Hewani Sangat Penting untuk Cegah Stunting
Yaitu dengan penguatan kapasitas SDM mulai dari tenaga kesehatan, guru hingga perangkat desa agar bisa melakukan tindak lanjut dengan tepat saat menemui kasus di lapangan.
"Sebenarnya tidak hanya tenaga kesehatan. Tapi semua pihak termasuk tokoh masyarakat, akademisi, guru dan perangkat desa," kata Dhian menambahkan.
Selain meningkatkan kapasitas, Kemenkes juga melakukan peningkatan kualitas program. Ada tujuh hal yang perlu dilakukan di dalam intervensi spesifik ini.
Pertama, monitoring dan evaluasi yang dilakukan. Sehingga tahu bahwa proses ini berjalan dengan seharusnya. Kedua, promosi dan konseling menyusui serta pemberian makan bayi dan anak.
Ketiga, pemberian suplementasi zat gizi mikro dan makro. Keempat pemantauan pertumbuhan. Kelima, tata laksana gizi buruk. Keenam, pelayanan imunisasi dan pelayanan kesehatan ibu hamil, meyusui dan balita.
Baca juga: BKKBN: Penurunan Stunting Jadi Pilar Utama Peningkatan Kualitas SDM
Ketujuh memperkuat dengan edukasi dan memberikan pemahaman jika apa yang dilakukan menjadi bagian dari kebutuhan.
"Penguatan menajamen intervensi gizi di puskesmas dan posyandu. Termasuk ketika anak ditemukan memiliki masalah gizi harus dirujuk. Itu kita perkuat manajemen di puskesmas dan posyandu," kata Dhian.