Jangan Anggap Sepele Nyeri Haid, Bisa Jadi Itu Gejala Endometriosis
Apabila nyeri haid terasa dengan intensitas tinggi, mengganggu aktifitas dan kadang terjadi nyeri di luar haid maka endometriosis perlu dicurigai.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Beberapa orang merasakan nyeri haid ringan saat haid. Namun ada yang memiliki gejala nyeri haid berat dan berulang.
Apabila itu terjadi berulang jangan anggap sepele. Bisa jadi itu merupakan gejala endometriosis.
Ketua Perhimpunan Endokrinologi Reproduksi dan Fertilitas Indonesia atau HIFERI Prof. Dr. dr. Wiryawan Permadi, Sp.OG(K) menjelaskan, Endometriosis merupakan penyakit yang sangat individual, dengan gejala dan dampak yang bervariasi.
Prevalensi endometriosis sebagai penyakit kronik progresif dengan rasa nyeri tinggi yang diderita oleh hampir 10 persen perempuan usia reproduktif di seluruh dunia.
Di Indonesia, prevalensi umum berkisar antara 3 persen - 10 persen, terutama pada perempuan dalam usia reproduksi.
Baca juga: 4 Bahan Herbal yang Membantu Induksi Menstruasi Secara Alami
“Perempuan dan anak perempuan yang memiliki kerabat dekat dengan endometriosis memiliki kemungkinan 7-10 kali lebih besar untuk memiliki endometriosis. Endometriosis juga dilaporkan menelan biaya yang sangat mahal dalam perawatan kesehatan, ketidakhadiran dan kehilangan partisipasi sosial dan ekonomi,” jelas Prof. Wiryawan, Selasa (29/3/2022).
Ia menyebut, Endometriosis termasuk penyakit dengan kekambuhan tinggi sehingga perlu terapi jangka panjang untuk menanganinya.
"Yang perlu mendapat perhatian, karena ini penyakit kronis dan menahun, harus jangka panjang. Kalau tidak, akan jadi masalah karena kambuh," kata dia.
Ditambahkan, Staf Divisi Fertilitas Endokrinologi Reproduksi Departemen OBGYN FKUI-RSCM, Achmad Kemal Harzif, SpOG(K), salah satu yang sering dialami oleh pasien endometriosis adalah keterlambatan diagnoisis.
Berbagai penelitian ditemukan bahwa rata-rata mengalami keterlambatan diagnosis selama 6-7 tahun.
Dari data penelitian pasien yang berkunjung ke RSCM, didapatkan rata-rata pasien membutuhkan waktu 6 bulan sejak timbul gejala hingga datang ke dokter.
"Selain itu pasien juga rata-rata sudah menjalani terapi di 4 fasilitas kesehatan selama 3.5 tahun sebelum akhirnya benar-benar dirujuk,” jelas dr. Kemal.
Hal ini, terjadi karena berbagai faktor. Salah satunya adalah minimnya pengetahuan terkait penyakit ini. Dampaknya, penanganannya hingga saat ini belum maksimal.
Untuk mengurangi keterlambatan diagnosis, perlu dilakukan beberapa hal.
Yang pertama adalah jangan menormalisasikan nyeri haid yang dialami. Pasien kerap tidak mengenali rasa sakitnya sendiri.
Apabila nyeri haid terasa dengan intensitas tinggi, mengganggu aktifitas dan kadang terjadi nyeri di luar haid maka endometriosis perlu dicurigai.
Kemudian, kunjungi fasilitas kesehatan dan lakukan beberapa pemeriksaan.
"Jika benar endometriosis, pasien akan segera bisa diberikan obat-obatan yang khusus menanganinya,” jelasnya.
Ia juga menambahkan, tujuan pengobatan dilakukan secara lebih dini adalah untuk mengendalikan perkembangan penyakit endometriosis dengan menurunkan kadar hormon estrogen yang memicu perkembangan penyakit dan gejalanya.
Pengendalian tersebut harus berada di kadar yang tepat sehingga menghindari efek jangka panjang akibat turunnya estrogen yang terlalu rendah.
Evaluasi pengobatan dilakukan secara berkala setiap 3-6 bulan untuk menilai respon pengobatan dan apabila respon baik maka terapi diteruskan dalam strategi pengobatan jangka panjang.