Pakar IDI Bantah Hepatitis Akut Berhubungan dengan Vaksinasi Covid-19
Ditegaskan bahwa banyak dari anak-anak yang terinfeksi hepatitis akut misterius ini belum menerima vaksin Covid-19 itu.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Satgas Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Zubairi Djoerban membantah, adanya hubungan penyakit Hepatitis Akut dengan vaksinasi Covid-19.
Ia mengatakan, banyak dari anak-anak yang terinfeksi penyakit misterius ini belum menerima vaksin Covid-19 itu.
"Hipotesis ini tidak didukung data, karena sebagian besar anak-anak yang terkena hepatitis misterius ini justru belum menerima vaksinasi Covid-19," kata Prof Zubairi dikutip dari twitter pribadinya, Rabu (4/5/2022).
Lebih jauh, penyebab Hepatitis Akut ini sedang diselidiki para pakar baik pakar kesehatan global maupun Indonesia.
Baca juga: Pakar Kesehatan: Tiga Kasus Kematian Anak Diduga karena Hepatitis Akut Perlu Pembuktian Lab
"Para ahli sedang menyelidiki, termasuk di Indonesia. Sebagian ketemu Adenovirus 41, sebagian ketemu SARS-CoV2, sebagian kombinasi dua virus itu, dan masih mungkin dipicu penyebab lain," ungkap dokter penyakit dalam ini.
Dalam literatur disampaikan bahwa Adenovirus adalah virus umum yang sebabkan berbagai penyakit: pilek, demam, sakit tenggorokan, bronkitis, pneumonia, dan diare.
Sementara Adenovirus 41 belum pernah terkait dengan hepatitis, dan patogen umum ini biasanya bisa sembuh sendiri.
Saat ini, Kementerian Kesehatan RI sedang berupaya untuk melakukan investigasi penyebab kejadian hepatitis akut ini melalui pemeriksaan panel virus secara lengkap. Dinas kesehatan Provinsi DKI Jakarta sedang melakukan penyelidikan epidemiologi lebih lanjut.
Sejak secara resmi dipublikasikan sebagai KLB oleh WHO, jumlah laporan terus bertambah, tercatat lebih dari 170 kasus dilaporkan oleh lebih dari 12 negara.
Kemenkes meminta Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota, Kantor Kesehatan Pelabuhan, Laboratorium Kesehatan Masyarakat dan Rumah Sakit untuk antara lain memantau dan melaporkan kasus sindrom Penyakit Kuning akut di Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR), dengan gejala yang ditandai dengan kulit dan sklera berwarna ikterik atau kuning dan urin berwarna gelap yang timbul secara mendadak dan memberikan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) kepada masyarakat serta upaya pencegahannya melalui penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.