Ganja untuk Medis, Guru Besar Farmasi Universitas Pandjajaran : 'Tantangan Sekaligus Peluang'
Sejauh ini, manfaat penggunaan ganja banyak yang dirasakan untuk penanganan medis
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Penggunaan ganja sebagai obat atau penanganan medis kini menjadi perhatian serius bagi masyarakat dan pemerintah. Ganja, disebut memiliki banyak manfaat dari sisi kesehatan.
Sehingga perlu jadi pertimbangan digunakan sebagai obat. Wakil ketua PP Ikatan Apoteker Indonesia sekaligus Guru Besar Farmakologi & Farmasi Klinik Universitas Padjajaran, Prof Dr apt Keri Lestari MSi memberikan pandangannya.
Jika nanti ganja diperbolehkan sebagai penggunaan obat atau medis, perlu juga dihadirkan regulasi yang jelas.
"Harus jelas dosisnya, bentuknya kapsul apa bagaimana. Kemudian sudah jelas nanti khasiat nya apa sesuai dengan hasil data uji pra klinik dan uji klinisnya. Jadi nanti ada sediaan medisnya," ungkapnya saat diwawancarai Tribunnews, Senin (4/7/2022).
Baca juga: Soal Usulan Ganja untuk Medis, Begini Tanggapan Wakil Ketua PP Ikatan Apoteker Indonesia
Selain itu juga perlu takut jika pemerintah telah mengesahkan usulan ini.
Badan Pengawas Obat dan Makanan sudah mengeluarkan regulasi dan tidak boleh dijual sembarangan.
Sejauh ini, manfaat penggunaan ganja banyak yang dirasakan untuk penanganan medis.
"Makanya WHO juga melalui proses voting beberapa minggu lalu, sudah mengizinkan juga ganja sebagai penggunaan medis," kata Keri lagi.
Untuk itu, ganja medis betul-betul harus terkawal dan keamanannya melalui uji pra klinik dan uji klinik.
Juga harus sesuai dengan kaedah medis yang dipantau sekaligus dikawal oleh BPOM.
"Menurut saya, hal ini menjadi salah satu menjadi tantangan dan peluang.
Artinya begini, tantangan untuk bagaimana kita mengawal penggunaan ganja medis ini tidak disalahgunakan," kata Keri.
Laku ganja menjadi peluang karena bisa menjadi alternatif obat bagi mereka yang memerlukan.
Tentunya sesuai indikasi yang diharapkan.
"Jadi menambah pilihan untuk terapi yang berbasis herbal bagi pasien yang membutuhkan," pungkas Keri.