Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Kesehatan

Udara Buruk Picu Kematian Dini, Jadi Pemicu Stunting, Paru Kronis dan Jantung

Kota Jakarta dan Bodetabek disebut memiliki kualitas udara terburuk di dunia berdasarkan data Juni hingga awal Juli 2022.

Editor: Choirul Arifin
zoom-in Udara Buruk Picu Kematian Dini, Jadi Pemicu Stunting, Paru Kronis dan Jantung
Tribunnews/JEPRIMA
Pemandangan gedung bertingkat diselimuti polusi udara di Jakarta, Jumat (30/8/2019). Kota Jakarta dan wilayah sekitarnya di Bogor Depok Tangerang dan Bekasi (Bodetabek) disebut memiliki kualitas udara terburuk di dunia berdasarkan data Juni hingga awal Juli 2022. Tribunnews/Jeprima 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kota Jakarta dan wilayah sekitarnya di Bogor Depok Tangerang dan Bekasi (Bodetabek) disebut memiliki kualitas udara terburuk di dunia berdasarkan data Juni hingga awal Juli 2022.

Dampak polusi udara dapat menyebabkan stunting atau manusia kerdil akibat gagal tumbuh kembang pada anak balita.

Berbahaya juga untuk kelompok rentan lainnya seperti penderita jantung dan paru kronis. Udara tidak sehat bahkan menyebabkan kematian dini.

Bagaimana penduduk Jakarta, dan delapan kabupaten kota di kawasan Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) yang berjumlah 32,27 juta jiwa menghadapi udara buruk yang dihirup tiap hari?

Sektor apa sesungguhnya penyumbang polutan, dan terletak di daerah mana saja?

Dalam waktu sebulan terakhir, kualitas udara di Jakarta diperbincangkan publik karena menjadi yang terburuk di dunia berdasarkan situs IQAir (https://www.iqair.com/id/world-air-quality-ranking).

Menurut situs itu, udara di Jakarta tidak sehat. Peringkat ini memang dinamis, setiap hari berubah.

Berita Rekomendasi

Dampak polusi udara di Jakarta dapat menyebabkan stunting atau manusia kerdil akibat gagal tumbuh kembang pada anak balita, hingga kematian dini.

Pemandangan gedung bertingkat diselimuti polusi udara di Jakarta, Jumat (30/8/2019). Mengacu pada data gabungan AQMS KLHK dan pemerintah DKI Jakarta, kualitas udara Jakarta berada pada konsentrasi 39,04 ?g/Nm3 atau pada kategori tidak sehat untuk kelompok sensitif. Tribunnews/Jeprima
Pemandangan gedung bertingkat diselimuti polusi udara di Jakarta, Jumat (30/8/2019). Mengacu pada data gabungan AQMS KLHK dan pemerintah DKI Jakarta, kualitas udara Jakarta berada pada konsentrasi 39,04 ?g/Nm3 atau pada kategori tidak sehat untuk kelompok sensitif. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/JEPRIMA)

Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI), Prof Dr Budi Haryanto mengatakan polusi mengakibatkan kanker, penyakit jantung, penyakit saluran napas, gangguan pertumbuhan fisik, hingga gangguan sistem syaraf.

“Jadi pada anak-anak yang sedang ramai sakarang, stunting. Kalau mau di-explisitkan, polusi udara ini yang dominan berkontribusi mengakibatkan stunting," ujarnya.

Gangguan system syaraf termasuk IQ dan sebagainya.

"Itu adalah sebab semua yang ada di depan hidung kita dan terhirup secara otomatis masuk kedalam paru-paru. Karena kita tidak pernah bisa memilih, apa yang masuk kedalam paru-paru,” ujar Budi saat menjadi pembicara pada diskusi ‘The Saboteurs: Siapa Melakukan Sabotase Pencemaran Udara Jakarta?’ Sabtu (25/6/2022).

Baca juga: Berikut Tips Agar Terhindar dari Penyakit Akibat Polusi Udara

Selain itu polusi udara juga berdampak pada kesehatan partikulat, di antaranya; kematian dini, kanker paru, peningkatan kasus Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK), memperparah penyakit paru kronis, hingga serangan jantung.

Prof Budi juga mengungkapkan, tahun 2010, berdasarkan data rekam rumah sakit (medical record) rumah sakit di Jakarta, sekitar 57,8 persen atau hampir 60 persen penyakit pasien yang dirawat di Rumah Sakit terkait penyakit yang disebabkan polusi udara.

Baca juga: Kemarin Kualitas Udara Jakarta Terburuk di Dunia, Wagub DKI: Memang Ada Peningkatan Polusi

“Jadi mereka mereka yang dirawat di rumah sakit itu ternyata hampir 60 persen punya penyakit terkait penyakit yang diakibatkan polusi udara,” ujarnya.

Dokter Spesialis Paru sekaligus Konsultan Paru Kerja dan Lingkungan atau Occupational and Environmental Lung Health dokter Feni Fitriani Taufik, Sp.P(K) mengatakan, kualitas udara di Jakarta dan sekitarnya yang buruk menimbulkan dampak mengkhawatirkan pada kelompok rentan.

Kelompok rentan terdiri atas balita, lansia atau lanjut usia, maupun orang dengan penyakit kronis seperti jantung, dan ibu hamil.

Baca juga: Anak-anak di Kota Besar Rentan Terpapar Polusi Udara

"Karena, balita sistem pertahanan saluran nafasnya belum sempurna. Kemudian untuk lansia, karena mereka memiliki daya tahannya secara umum tidak optimal," kata Dokter Feni saat dihubungi Tribunnews.com, Selasa (21/6/2022).

Dokter Feni mengatakan, penyakit kronis masuk kelompok rentan disebabkan polusi udara erat kaitannya dengan gas-gas polutan yang masuk ke saluran napas, kemudian mengganggu pertukaran gas oksigen.

"Jadi kalau kelompok-kelompok yang sudah punya gangguan jantung, paru mereka butuh oksigen yang lebih optimal. Oksigennya lebih bagus daripada orang-orang yang sehat," kata Dokter Feni, anggota Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI).

Dokter Feni menerangkan, dalam polusi udara terdiri dari gas dan partikel yang mudah masuk ke saluran nafas.

Ada gas Karbondioksida, Sulfat oksida, Nitrogen dioksida, maupun senyawa organik volatil (VOC) bahan kimia organik yang memiliki tekanan uap tinggi pada suhu kamar.

Lalu ada juga partikel yang ukurannya sangat halus disebut dengan partikulat meter (PM) yang ukurannya 10 sampai dengan 2,5.

"Makin kecil makin mudah masuk ke saluran nafas. Itu yang bisa masuk sampai ke alveolus yang dikhawatirkan," katanya.

Dilihat dari situs IQAir, Sabtu (2/7/2022), pukul 17.52 WIB, Jakarta berada pada peringat satu Kota dengan kualitas udara terburuk di dunia.

Pemandangan gedung bertingkat diselimuti polusi udara di Jakarta, Jumat (30/8/2019). Mengacu pada data gabungan AQMS KLHK dan pemerintah DKI Jakarta, kualitas udara Jakarta berada pada konsentrasi 39,04 ?g/Nm3 atau pada kategori tidak sehat untuk kelompok sensitif. Tribunnews/Jeprima
Pemandangan gedung bertingkat diselimuti polusi udara di Jakarta, Jumat (30/8/2019). Mengacu pada data gabungan AQMS KLHK dan pemerintah DKI Jakarta, kualitas udara Jakarta berada pada konsentrasi 39,04 ?g/Nm3 atau pada kategori tidak sehat untuk kelompok sensitif. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/JEPRIMA)

Indeks kualitas udara Jakarta berada pada angka 165 alias tidak sehat. Sumber polusi atau polutan utamanya adalah PM2.5. Posisi kedua ditempati Kota Kuwait, dan ketiga Dubai.

Kemudian pada Minggu (3/7/2022), pukul 13.00 WIB, kota dengan kualitas terburuk nomor 1 di dunia adalah Santiago, Cile, diikuti Tehran, Iran, dan Jakarta, peringkat ketiga.

Lalu Mingu sore, pukul 17.45 WIB, posisi kondisi cuaca Jakarta, membaik, berada di posisi 17 terburuk. Angka indeks pencemaran adalah angka 78, kualitas sedang.

Peringkat terburuk peringkat 1 adalah Kota Kuwait diikuti Karachi, Pakistan, dan Tehran, Iran.

Lalu, bagaimanakan kualitas hidup 32,27 juta jiwa populasi Jabodetabek itu, mengingat sebagian mereka terkait langsung maupun tidak langsung dengan Kota Jakarta?

Ribuan Warga Terserang ISPA

Dinas Kesehatan Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi di Jawa Barat, serta Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang, Banten, juga mengungkap adanya dampak polusi udara.

Dinas Kesehatan Kota Bekasi mencatat sepanjang tahun 2022 telah ditemukan sebanyak 877 kasus penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) yang terjadi 12 Kecamatan di Kota Bekasi.

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi, penderita ISPA tercatat ribuan kasus sepanjang tahun 2021. 

Berdasarkan kelompok usia 0-5 tahun, penderita ISPA di Kabupaten Bekasi pada 2021 lalu, tercatat sebanyak 1.093 kasus. Usia di atas 5 tahun, 839 kasus. Faktor risiko ISPA pada balita adalah zat pencemar SO2 akibat polusi pencemaran udara.

Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang, dokter Sri Indriani mengatakan, tiga jenis penyakit tersebut masuk dalam 10 besar penyakit utama yang paling banyak diderita sejak tahun 2020 hingga 2021.

"Merujuk data sejak tahun 2020 hingga tahun 2021 kemarin, kalau 3 penyakit ISPA, batuk dan pilek digabungkan, itu menjadi penyakit paling banyak diderita masyarakat Kabupaten Tangerang," ujar dr. Sri Indriani saat diwawancarai Wartakotalive.com, Selasa (28/6/2022).

Polutan dari Luar Jakarta

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tidak menampik kualitas udara buruk di Jakarta. Namun ia menuding, sumber utama polutan tidak semua berasal dari wilayahnya.

“Sumber polusi udara yang membuat udara Jakarta buruk, ada juga dari daerah lain. Misalnya, berdasarkan data, berasal dari PLTU Suryalaya di Banten,”ujar Anies saat berbincang larut malam dengan Tribun Network dan KompasTv, di sela perayaan Ulang Tahun Ke-495 Kota Jakarta, 22 Juni silam.

Anies kemudian menunjukkan video berisi rekaman yang gerakan kepulan asap dari titik api
ditiup angin.

Video itu rekaman dari waktu ke waktu, Januari hingga Desember 2021. Gerakan video tampak dominan merah, jingga, kuning dan hitam.

Awal Januari hingga 15 Februari, awal April, awal Mei, awal Agustus arah angin dari arah barat Selat Sunda bertiup ke timur, arah Tangerang Jakarta, Bekasi dan sekitarnya.

Kemudian perngahan Februari hingga awal Maret, awal hingga medio April, akhir Mei hingga Oktober, arah angin membawa asap ke arah sebaliknya, barat.

Tampak asap, termasuk dari Bekasi dan Cikarang, bertiup ke arah Jakarta, hingga Banten dan Lampung. Awal November sampai Desember, arah angin Kembali bertiup dari barat ke timur, dari Selat Sunda ke Jakarta.

Kepala Seksi Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Dinas Lingkungan dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Banten, Agus Sudrajat menjelaskan kualitas udara dipengaruhi meteorologi.

"Sifatnya dipengaruhi oleh meteorologi atau arah angin kecepatan angin dan curah hujan," katanya kepada TribunBanten.com saat ditemui di kantornya, Selasa (28/6/2022).

Selain itu, kualitas udara juga diperngaruhi topografi atau bentang alam serta adanya sumber emisi yang terdapat di wilayah setempat.

Dalam pengaruh emisi tersebut, apakah emisinya bergerak atau tidak bergerak. Seperti asap kendaraan dan lain sebagainya.

"Sehingga kami masih agak kesulitan ketika menentukan mengenai hal itu (tudingan penyumbang polusi udara, Red), karena (polusi udara, Red) itu sesuai arah angin dan arah gerak," katanya.

Terpisah Vice President Komunikasi Korporat PLN Gregorius Adi Trianto mengatakan operasional Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang berada di Banten telah sesuai dengan aturan yang berlaku.

“PLTU-PLTU tersebut juga telah memiliki continuous emission monitoring system (CEMS), sehingga emisi yang dikeluarkan dapat secara terus-menerus dipantau,”ujar Adi Trianto kepada Tribun Network, Minggu (3/7/2022).

Menurut Adi Trianto, batas emisi yang dihasilkan juga masih di bawah batas aturan yang berlaku dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 15 tahun 2019.

Pada Februari 2021, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta pernah merilis bahwa kualitas udara Jakarta dikategorikan baik.

Disebutkan, hal tersebut dipengaruhi adanya PSBB akibat pandemi covid-19, peningkatan signifikan gaya hidup baru penggunaan sepeda sebagai alat transportasi ramah lingkungan, dan adanya pengetatan kewajiban uji emisi bagi kendaraan bermotor. Sementara pada saat yang sama, PLTU Suralaya juga beroperasi secara maksimal.

(Tribunnews.com/Larasati Dyah Utami, Rina Ayu Panca Rini; TribunBanten.com/Ahmad Tajudin; WartaKotaLive.com/ Gilbert Sem Sandro, Rangga Baskoro, Joko Supriyanto)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas