85 Persen Orang dengan Demensia Tidak Dapat Perawatan Pascadiagnosis
55 juta Orang Dengan Demensia (ODD) yang masih hidup sampai saat ini ada kemungkinan tidak menerima perawatan pascadiagnosis.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Laporan World Alzheimer's Report 2022 – Life after diagnosis: Navigating treatment, care and support, menyebutkan bahwa, 85 persen dari total 55 juta Orang Dengan Demensia (ODD) yang masih hidup sampai saat ini ada kemungkinan tidak menerima perawatan pascadiagnosis.
Hal ini menjadi semakin penting karena jumlah ODD diperkirakan akan mencapai 139 juta orang pada 2050.
Laporan ini berfokus untuk mendorong perbaikan yang signifikan pada perawatan, perawatan, dan layanan dukungan pascadiagnosis ODD.
Baca juga: Mengenal Alzheimer dan Demensia: Ketahui Faktor Penyebab, Tahapan, dan Cara Kurangi Resiko Terkena
Perawatan, pengobatan, dan dukungan pascadiagnosis demensia mengacu pada beberapa intervensi yang dapat meningkatkan kualitas hidup bagi ODD, termasuk perawatan farmakologis dan non-farmakologis, caregiver, akses ke perawatan kesehatan, dukungan untuk aktivitas kehidupan sehari-hari, adaptasi di rumah, sosial inklusi, dan kesempatan untuk beristirahat.
“Kami tidak mempertanyakan apakah penderita kanker memerlukan pengobatan, jadi mengapa ketika orang menerima diagnosis demensia, mereka sering tidak ditawari pengobatan atau perawatan? Berulang kali, mereka hanya diminta untuk bersiap-siap untuk menyongsong akhir hidupnya,” kata CEO ADI Paola Barbarino dalam kegiatan peringatan Hari Alzheimer Sedunia 2022.
Oleh karena itu, peningkatan tingkat diagnosis dan perawatan pascadiagnosis demensia harus diakui sebagai hak asasi manusia.
“Walaupun demensia belum memiliki obat, ada bukti jelas yang menunjukkan bahwa perawatan, pengobatan, dan dukungan pascadiagnosis yang tepat akan meningkatkan kualitas hidup ODD secara signifikan. Hal ini juga memungkinkan banyak ODD untuk menjadi mandiri dan tidak membebani caregiver dan keluarga," lanjut Paola.
Baca juga: Kondisi Pak Ogah Pengisi Suara si Unyil, Sudah Pulang Dari RS, Masih Pakai Oksigen, Alami Demensia
PBB telah mengakui demensia sebagai invisible disability dan sebagai bagian dari panggilan ADI dan ALZI agar perawatan pascadiagnosis diakui sebagai hak asasi manusia. PBB juga mendesak pemerintah di seluruh dunia untuk memasukkan perawatan pasca-diagnosis ke dalam perencanaan strategis sistem kesehatan nasional.
Sementara di Indonesia, Direktur Eksekutif Yayasan Alzheimer Indonesia Michael Maitimoe menyampaikan, pertumbuhan jumlah lansia di Indonesia yang mencapai 29 juta pada 2021 serta ODD yang mencapai 1.2 juta di Indonesia pada 2016 dan diprediksikan mencapai 4 juta di tahun 2050, menunjukkan pentingnya dukungan semua pihak dalam mendukung layanan pascadiagnosis.
Baca juga: Manfaat Bawang Putih untuk Kesehatan, Meringankan Flu hingga Cegah Demensia
“Dukungan pascadiagnosis bagi ODD masih menjadi PR besar bersama baik pemerintah, tenaga kesehatan maupun dukungan dari keluarga dan masyarakat. Hal ini disebabkan masih minimnya tenaga kesehatan yang memahami isu demensia, khususnya di daerah-daerah sehingga perlu penguatan kemampuan, keahlian serta pengetahuan di tingkat layanan kesehatan dari Puskesmas hingga Rumah Sakit. Tidak hanya itu, sebagai dampak dari Covid-19, akses kesehatan bagi lansia, khususnya demensia menjadi kurang mendapat dukungan layanan kesehatan yang optimal," ucap Michael.
ADI dan ALZI merekomendasikan, langkah pertama yang dapat diambil pemerintah adalah berkomitmen untuk mengidentifikasi 'navigator' terlatih untuk bertindak sebagai penghubung bagi ODD. Hal ini memungkinkan para ODD untuk terhubung dan terlibat dengan dukungan dan layanan vital yang mereka butuhkan.
“Kualitas hidup ODD akan meningkat dengan pesat jika mereka memiliki akses yang jelas ke sumber daya kesehatan, perawatan, informasi, saran, dukungan, dan berbagai cara untuk beradaptasi dengan demensia,” lanjut Michael