Reaksi Alergi Paling Sering Dialami Orang Indonesia, Ketahui Penanganannya
Menurut dokter spesialis penyakit dalam dr Iris Rengganis, di Indonesia angka kejadian alergi berkisar antara 20 persen - 64 persen.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Alergi Imunologi Klinik Prof. Dr. dr Iris Rengganis, SpPD, K-AI, memaparkan, di Indonesia angka kejadian alergi berkisar antara 20 persen - 64 persen.
Reaksi alergi yang sering dijumpai bisa berupa alergi kulit seperti urtikaria / biduran dan alergi pernapasan berupa rinitis alergi.
“Alergi merupakan hal yang sering ditemukan pada pasien. Ada beberapa cara alergen masuk ke dalam tubuh, yaitu lewat inhalan (saluran napas), ingestan (saluran cerna), injektan (suntikan) dan kontak langsung dengan kulit. Respons pada alergi bisa berbeda-beda, tergantung dari sumber alergen dan bagaimana cara alergen itu masuk ke tubuh," kata dia dalam diskusi bersama Bayer, Kamis (6/10/2022).
Baca juga: Bisakah Anak yang Alergi Makanan Sembuh Saat Dewasa?
Prof. Iris menambahkan, gejala atau reaksi alergi memiliki tingkat keparahan yang bervariasi, mulai dari yang umum sampai yang parah (anafilaksis).
Reaksi umum alergi bisa berupa: bersin dan hidung gatal, berair atau tersumbat (rinitis alergi); mata gatal, merah, berair (konjungtivitis); sesak napas dan batuk; ruam merah yang menonjol dan gatal; bibir, lidah, mata atau wajah bengkak; sakit perut, merasa sakit, muntah atau diare; kulit kering, merah dan pecah-pecah.
“Misalnya, salah satu cara melihat tingkat keparahan alergi bisa menggunakan SCORAD (Score of atopic dermatitis), suatu indeks yang bisa menilai derajat keparahan inflamasi Dermatitis Atopik dengan menilai luas luka, tanda inflamasi (eritema, indurasi, ekskoriasi, papul, likenifikasi), keluhan gatal dan gangguan tidur,” jelasnya.
Komplikasi dari alergi tentu beragam tergantung dari bentuk reaksinya. Rinitis alergi jika tidak diobati dapat menyebabkan sinusitis, otitis media, polip nasal, apnea.
Asma bronkial dapat berkomplikasi menjadi pneumotoraks, emfisema subkutan. Dermatitis atopik bisa berkomplikasi menjadi infeksi sekunder yang disebabkan oleh Staphylococcus, eksim herpetikum, dermatitis kontak sekunder (karena antibiotik), dermatitis tangan (melalui kontak yang berlebihan dengan air).
Komplikasi atopi yang terjadi pada mata yaitu keratokonjungtivitis atopik, keratoconus dan katarak atopik.
"Berikutnya, meskipun jarang terjadi, alergi dapat menyebabkan reaksi yang sangat parah, yang disebut anafilaksis atau syok anafilaksis yang dapat mengancam jiwa. Hal ini bisa menyebabkan gagal napas akut dan dalam beberapa kasus yang parah ditemukan edema laring akut, bronkospasme, hipotensi, sianosis dan syok,” tutur Prof. Iris.
Maka dari itu, manajemen alergi yang tepat sejak dini sangat dibutuhkan. Salah satu bentuknya dapat dilakukan sendiri yaitu dengan mengubah gaya hidup, seperti menggunakan filter udara dan menghindari alergen.
Namun, yang lebih penting adalah pemilihan obat yang tepat sehingga penderitanya dapat meredakan gejalanya dengan lebih cepat dan kembali produktif tanpa gangguan.
Perawatan Alergi