Jenis-jenis Bahan Kimia Beracun yang Ditemukan dalam Sampel Obat Sirup yang Diuji WHO?
WHO memberikan peringatan bahwa kandungan dietilen glikol dan etilena glikol beracun bagi manusia jika dikonsumsi dan dapat berakibat fatal.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JENEWA - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menjelaskan temuannya pada sampel uji coba pasca temuan kasus kematian pada anak di Gambia dengan kasus cedera ginjal akut yang diduga karena mengkonsumsi obat batuk sirup yang mengandung paracetamol.
WHO memberikan peringatan bahwa kandungan dietilen glikol dan etilena glikol beracun bagi manusia jika dikonsumsi dan dapat berakibat fatal.
Peringatan tersebut mencantumkan efek toksik dari dua bahan kimia tersebut sebagai rasa sakit, muntah, diare, ketidakmampuan untuk buang air kecil, sakit kepala, perubahan kondisi mental, dan cedera ginjal akut yang dapat menyebabkan kematian.
Dikutip dari The Hindu Times, Kamis (20/10/2022), baik dietilen glikol dan etilen glikol adalah bahan yang dapat digunakan sebagai pelarut dalam obat cair.
Menurut Pusat Informasi Bioteknologi Nasional Amerika Serikat (NCBI), pelarut umum seperti gliserin yang juga dikenal sebagai gliserol dan propilen glikol digunakan dalam sirup obat batuk untuk memberikan basa cair pada parasetamol atau asetaminofen yang tidak larut dalam air.
Pelarut ini juga bertindak sebagai pengawet, pengental, pemanis, dan agen antimikroba.
Baca juga: Media Asing Soroti Larangan Obat Sirup Paracetamol setelah 99 Kematian Akibat Gagal Ginjal Akut
Pakar medis mengatakan, untuk memangkas biaya dan karena kelarutan senyawa seperti dietilen glikol dan etilen glikol, produsen terkadang dapat menggantinya dengan pelarut tidak beracun.
Misalnya, gliserin atau propilen glikol atau versi kelas komersial yang relatif lebih murah dari pelarut ini yang mungkin mengandung dietilen glikol dan etilen glikol.
Bahan-bahan inilah yang berpotensi mengakibatkan kontaminasi.
Seorang dokter spesialis anak di Rumah Sakit Anak Pelangi Madhukar, Pawan Kumar mengatakan bahwa karena toksisitasnya, penggunaan dietilen glikol tidak diperbolehkan dalam makanan atau obat-obatan.
Baca juga: Mirip Indonesia, Gambia Duluan Stop Peredaran Obat Sirup Paracetamol Usai Kasus Gangguan Ginjal Akut
Namun karena kelarutannya, beberapa produsen obat secara tidak tepat menggantinya dengan bahan tidak beracun seperti gliserin dalam obat-obatan sirup obat batuk dan asetaminofen.
Perlu diketahui, anak yang meninggal di Gambia akibat mengkonsumsi obat batuk sirup paracetamol menderita gagal ginjal akut.
Lalu apa itu gagal ginjal akut?
Gagal ginjal akut merupakan penyebab kematian nomor satu dalam kasus keracunan, dan itu dimulai antara 8 hingga 24 jam setelah terpapar dosis zat yang mematikan.
Jika penderita tidak segera mendapatkan pengobatan, gejalanya akan berkembang menjadi kegagalan multi organ dalam dua sampai tujuh hari.
Baca juga: Paracetamol Diduga Picu Gangguan Ginjal Akut pada Anak, Kemenkes Larang Apotek Jual Obat Jenis Sirup
Contoh kontaminasi dan kematian terkait dengan dietilen glikol, bukanlah hal baru.
Karena kasus-kasus seperti itu telah dilaporkan sebelumnya terjadi di India, Amerika Serikat (AS), Bangladesh, Panama dan Nigeria.
Pada 2007, Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) AS mengeluarkan panduan untuk peracikan farmasi, pengemas ulang, dan pemasok tentang potensi bahaya publik gliserin yang terkontaminasi dengan dietilen glikol (DEG), menyebut DEG sebagai 'racun'.
Penasihat FDA mengikuti laporan keracunan DEG fatal dari konsumen yang menelan sirup obat, seperti sirup obat batuk atau sirup asetaminofen.
Tahun lalu, 12 anak meninggal di distrik Udhampur di Jammu India, karena sirup obat batuk yang terkontaminasi yang disebut Coldbest-PC dan diproduksi oleh sebuah perusahaan di Himachal Pradesh.
Kematian ini juga terkait dengan adanya kadar dietilen glikol yang tinggi dalam sirup obat batuk tersebut.
Administrasi Negara Bagian itu kemudian memerintahkan penarikan obat dari semua Negara Bagian lain di mana obat itu dipasarkan.
Ini adalah kasus keracunan glikol massal keempat di India. Pada 1973, terjadi insiden serupa di Rumah Sakit Anak, Egmore di Chennai yang menyebabkan kematian pada 14 anak.
Pada 1986, keracunan serupa di J.J. Rumah sakit menyebabkan kematian 14 pasien, lalu pada 1998, 33 anak meninggal di dua rumah sakit yang terletak di New Delhi karena keracunan serupa.
Penyelidikan WHO yang sedang berlangsung telah memulai penyelidikan lebih dalam melalui koordinasi dengan pihak berwenang India.
Organisasi Pengawasan Standar Obat Pusat India (CDSCO) juga telah meluncurkan penyelidikan terperinci untuk memastikan fakta dan rincian masalah tersebut, dengan menggandeng Pengawas Obat Negara Bagian Haryana, negara bagian di mana produsen Maiden Pharmaceuticals berada.
Menurut penyelidikan awal, Maiden Pharmaceutical Limited dilisensikan oleh pengontrol obat Negara untuk produk yang dirujuk dan memegang izin manufaktur untuk produk ini.
Perusahaan sejauh ini mengekspor empat obat batuk ini hanya ke Gambia.
Menurut Organisasi Kimia dan Distributor Seluruh India (AIOCD), tidak satu pun dari empat sirup obat batuk yang disebutkan dalam peringatan WHO tersedia untuk dijual di India.
"Maiden Pharmaceutical Limited tidak hadir di pasar domestik India dan mereka hanya mengekspor produk mereka," kata AIOCD.
Pihak berwenang India sekarang sedang menunggu WHO untuk membagikan 'hubungan kausal kematian dengan empat obat-obatan dan rincian label produk' sehingga mereka dapat mengidentifikasi sumber pembuatan produk.
CDSCO mengatakan bahwa negara pengimpor menguji kualitas produk sebelum menyetujui penggunaannya.
Presiden Gambia Adama Barrow pun telah bersumpah untuk meningkatkan langkah-langkah kesehatan dan keselamatan, termasuk kontrol kualitas yang lebih baik atas obat-obatan impor dan memerintahkan penciptaan 'laboratorium kontrol kualitas nasional untuk obat-obatan dan keamanan pangan'.