IDAI Terima 11 Laporan Terkait Anak yang Diduga Keracunan Ciki Ngebul
IDAI belum memberikan rekomendasi ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk menghentikan penggunaan nitrogen cair pada makanan, termasuk chiki ngebul.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Muhammad Zulfikar
"Bagi orangtua untuk hati hati dalam memberikan pangan bagi anaknya terutama karena anak anak ini masih dalam pertumbuhan sehingga makanan sehat bergizi lebuh diutamakan daripada jajanan," pesan dia.
Baca juga: Epidemiolog: Kasus Ciki Ngebul Jelas KLB
Dua Anak Dirujuk ke RS
Dari 28 orang tersebut dirinci sebagai berikut: 8 orang bergejala, 16 orang tanpa gejala dan 2 orang dirujuk (RS SMC dan RS haji )
Kejadian keracunan tersebar di dua wilayah, yaitu di kab Tasikmalaya dan kota Bekasi.
Di kab Tasikmalaya sebanyak 24 orang, 7 orang bergejala, 16 orang tanpa gejala dan 1 orang dirujuk ke RS SMC.
Total yang makan Cikbul di Kota Bekasi ada 4 orang, 1 orang bergejala dan 3 orang tanpa gejala.
Dari angka tersebut, 1 anak dibawa ke RS Haji Jakarta Selatan karena mengalami peradangan pada bagian dinding ususnya.
Rata-rata anak yang keracunan seusai memakan cikbul berusia 4 hingga 13 tahun atau berada pada jenjang TK hingga SMP.
Adapun gejala yang didapati menurut penuturan adalah beberapa siswa meminum cairan nitrogen yang tidak beruap. Rata-rata siswa makan cikbul mengeluh pusing, mual, sesak dan muntah darah.
Kasus Keracunan Ciki Ngebul Terjadi Sejak Juni 2022
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat, kasus ciki ngebul atau cikbul pertama ditemukan pada Juni 2022.
Hingga 12 Januari 2023, ada 25 anak dilaporkan mengalami keracunan akibat konsumsi ciki ngebul.
Sebanyak 10 anak bergejala, sementara sisanya tidak bergejala. Mayoritas pasien sudah sembuh dan telah beraktivitas seperti sedia kala.
Namun, mengapa kejadian keracunan baru marak belakangan ini?
Baca juga: Kemenkes Investigasi Satu Kasus Baru di Jawa Timur Terkait Ciki Ngebul