Memutus Rantai Obesitas Sejak Dini untuk Mencegah Sindrom Metabolik
Obesitas pada anak berpotensi memicu munculnya sindrom metabolik yang menyebabkan meningkatnya risiko penyakit tidak menular.
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Obesitas pada anak berpotensi memicu munculnya sindrom metabolik yang menyebabkan meningkatnya risiko penyakit tidak menular.
Seorang anak didiagnosis mengalami sindrom metabolik bila memiliki tiga atau lebih kondisi seperti kelebihan lemak tubuh di sekitar pinggang, gula darah (glukosa) tinggi, rendahnya kadar kolesterol HDL (baik) dalam darah, tingginya kadar trigliserida dalam darah, dan tekanan darah tinggi.
Baca juga: Bayi Obesitas Bobot 27 Kilogram di Bekasi Tak Dapat ASI, Konsumsi Susu Formula dan Kental Manis
Dokter Spesialis Gizi Klinis dr Marya Haryono MGizi SpGK, FINEM, mengatakan, untuk memutus rantai obesitas sedini mungkin, ia menyarankan, perlu mengonsumsi makanan sesuai anjuran dari Kemenkes RI yaitu jumlah sayur sebesar 2 kali lipat jumlah sumber karbohidrat dan protein.
"Juga memerhatikan label kemasan sebelum membeli, ini dilakukan guna membatasi asupan gula, garam, lemak yang ada di makanan dan minuman," katanya saat temu media pentingnya menerapkan pola hidup sehat dengan membatasi konsumsi gula, garam, dan lemak dan memahami cara baca label kemasan untuk mencegah obesitas di Jakarta, Rabu (1/3/2023).
Temu media diadakan dalam rangka Hari Obesitas Sedunia, Nutrifood bersama Kementerian Kesehatan dan Badan POM RI.
"Jangan lupa untuk memilih makanan dan minuman yang tinggi protein karena bisa menjadi sumber energi bagi tubuh anak dan remaja yang memiliki banyak aktivitas,” tegasnya.
Sebagai upaya untuk mengetahui asupan gula, garam, dan lemak dari pangan olahan kemasan, masyarakat diajak untuk lebih cermat dalam membaca label gizi kemasan pangan olahan yang dikonsumsi.
Baca juga: Anak Obesitas Rentan Alami Keparahan Saat Terinfeksi DBD
Masyarakat harus selalu memperhatikan empat informasi nilai gizi dalam label kemasan, yaitu jumlah sajian per kemasan, energi total per sajian, zat gizi (lemak, lemak jenuh, protein, karbohidrat (termasuk gula)) dan persentase AKG (Angka Kecukupan Gizi) per sajian.
Meliza Suhartatik, STP, MKM, Pengawas Farmasi Makanan Ahli Muda mengatakan, dengan selalu cermat membaca label kemasan dan menjadikannya sebagai kebiasaan, maka masyarakat akan lebih cerdas untuk memilah zat gizi apa yang harus dipenuhi dan yang harus dibatasi agar terhindar dari berbagai penyakit, salah satunya obesitas.”
“Dalam rangka upaya promotif dan preventif dalam penanggulangan Penyakit Tidak Menular (PTM), Badan POM juga melakukan kampanye agar konsumen memilih produk yang sesuai dengan kebutuhan gizinya," katanya.
Salah satu cara untuk memudahkan masyarakat memilih pangan yang lebih sehat adalah dengan mencantumkan keterangan Logo “Pilihan Lebih Sehat” pada pangan olahan yang memenuhi kriteria kandungan gula, garam, lemak dan/atau zat gizi lainnya.
"Harapannya masyarakat dapat bijak memilih produk dengan Logo “Pilihan Lebih Sehat” dan mengonsumsinya dalam jumlah yang wajar,” jelas Meliza.
Susana, S.T.P., M.Sc., PD.Eng., Head of Strategic Marketing Nutrifood mengatakan, isu obesitas terutama pada anak dan remaja berdampak negatif bagi kesehatan karena bisa meningkatkan risiko sindrom metabolik pada saat mereka dewasa, sehingga perlu adanya kerja sama seluruh pihak dalam mengatasi isu ini.
"Sejak 2013, kami secara aktif berkolaborasi dan mendapatkan dukungan dari Kementerian Kesehatan RI dan Badan POM RI untuk mengedukasi tenaga kesehatan, komunitas, media, dan masyarakat melalui kampanye Cermati Konsumsi Gula, Garam, dan Lemak (#BatasiGGL) serta Baca Label Kemasan sebagai salah satu upaya penanggulangan isu obesitas di Indonesia,” katanya.
Meirza Hartoto, Penyintas Obesitas menceritakan, pada saat remaja, berat badan saya pernah mencapai hingga 100 kg yang membuat saya kesulitan menjalani berbagai aktivitas di sekolah karena pergerakan tubuh dan pernapasan yang sulit.
Akibat minim edukasi terkait pola hidup sehat yang benar, saya juga pernah melakukan diet ekstrim yang menyebabkan psikis terganggu dan membuat rambut rontok parah.
"Sejak mempelajari pola hidup sehat yang benar dengan membatasi asupan gula, garam, lemak, dan aktif berolahraga, saya berhasil menurunkan berat badan sebanyak 28 kg ke angka ideal, yang disertai dengan peningkatan massa otot," katanya.