Kasus Kematian Ibu karena Melahirkan Turun, IDI Ungkap Tiga Hal Kenapa Kematian Ibu Terus Ada
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) ungkap kasus kematian ibu saat melahirkan terus menurun.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) ungkap kasus kematian ibu terus menurun.
Sejak 2015, kasus angka kematian ibu yang semula terdapat 305 kasus menjadi 180 kasus pada tahun 2022.
Meski begitu, kasus kematian ibu tetap jadi masalah yang perlu diperhatikan.
Menurut Ketua Divisi Advokasi dan Legislasi PB IDI Ari Kusuma Januarto, kasus kematian ibu disebabkan karena tiga hal.
"Kematian ibu penyebabnya apa? Adalah 3T, yaitu terlambat dirujuk, terlambat diagnosis, terlambat penolongan yang ade kuat," ungkapnya pada media briefing virtual, Rabu (28/6/2023).
Terlambat rujuk bisa saja karena kurangnya orangnya pendidikan, tidak punya uang, atau berada di suatu wilayah yang tidak terjangkau.
Bisa pula karena suatu kepercayaan atau masalah budaya.
Kedua, terlambat diagnostik.
"Jangan-jangan waktu melihat orang kejang, dianggap kemasukan. Padahal kejangnya karena tensi tinggi atau stroke. Itu terjadi," papar dr Ari.
Akibatnya, ibu yang sedang kejang tidak langsung dibawa ke rumah sakit dan terlambat didiagnosis.
Ketiga, terlambat pertolongan ade kuat.
"Lebih ke arah fasilitas. Ternyata waktu datang, dokter tidak ada. Dokter obgyn tidak ada. Atau waktu operasi fasilitas gak siap," urai Ari lagi.
Menurut dr Ari, ada beberapa upaya yang perlu dilakukan mencegah munculnya kasus kematian ibu.
Di antaranya seperti penguatan layanan kesehatan primer.
Selain itu memastikan kesehatan ibu hamil. Ibu yang tidak sehat tentu bisa menganggu kehamilan dan proses melahirkan.
Baca juga: Lakukan Empat Hal Ini Saat Tengah Jalani Program Kehamilan
Sewaktu kehamilan juga harus dipantau dengan baik hingga waktu persalinan tiba.