Begini Penjelasan APPNIA Mengenai Penanganan Stunting dan Gizi Buruk
apakah stunting dan gizi kurang atau gizi buruk sama? Berikut penjelasan dan cara pencegahan kedua masalah kesehatan anak-anak tersebut
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
Ditegaskan Vera, gizi buruk berbeda dengan stunting. Gizi buruk ditandai dengan badan anak yang terlalu kurus dibandingkan tinggi badannya. Sedangkan stunting ditandai dengan tinggi badan anak yang lebih pendek dari standar usianya. Namun yang menyamakan adalah bahwa keduanya bermula dari defisiensi nutrisi.
Stunting disebabkan oleh defisiensi nutrisi yang terjadi dalam jangka waktu lama atau berulang di 1000 Hari Pertama Kehidupan anak. Penanganan stunting harus dimulai sejak 1000 Hari Pertama Kehidupan tersebut, dan pencegahan sejak dalam kandungan. Sementara penyebab gizi buruk terjadi ketika anak tidak mendapatkan asupan gizi yang baik berapapun usianya.
Untuk mengatasi defisiensi nutrisi dan mencegah stunting, Kementerian Kesehatan, telah mempromosikan kampanye “Protein Hewani Cegah Stunting” sejak diluncurkan pada Hari Gizi Nasional ke-63 pada tahun 2023.
“Perlu diketahui bahwa protein hewani adalah salah satu instrumen gizi penting yang dibutuhkan oleh ibu hamil guna mencegah stunting pada anak, hal ini dikarenakan pangan hewani mempunyai kandungan zat gizi yang lengkap, kaya protein, mineral, dan vitamin yang sangat penting dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan,” ucap Vera .
Dikutip dari laman Kementerian Kesehatan, Ketua Umum Pergizi Pangan Indonesia Prof. Hardiansyah juga mendukung urgensinya pemberian protein hewani terhadap penurunan angka stunting. Beliau mengatakan bahwa gangguan pertumbuhan janin dalam kandungan menjadi salah satu penyebab utama anak lahir stunting, salah satunya karena komponen gizi.
“Ini bukti pemberian telur satu butir satu hari pada anak setelah pemberian ASI eksklusif itu menurunkan risiko stunting,” ujar Hardiansyah.
Menurut Vera, selain pemberian protein hewani, terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah stunting pada anak, diantaranya mempersiapkan dan memenuhi kebutuhan gizi sejak hamil, dengan rutin minum Tablet Tambah Darah dan mengkonsumsi gizi seimbang kaya protein hewani selama kehamilan.
Kemudian, memberikan ASI Eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan, memberikan MPASI yang kaya protein hewani untuk bayi usia diatas 6 bulan, terus memantau perkembangan anak dan membawa si Kecil ke Posyandu secara berkala, dan menjaga kebersihan lingkungan.
Komitmen Mewujudkan Visi Generasi Emas 2045
APPNIA sendiri berkomitmen terus mendukung program pemerintah dalam menangani stunting.
Dari sisi industri, pihaknya sudah memberikan ketersediaan layanan dan akses terhadap bahan pangan bergizi yang berkualitas dan berbasis sains.
"Visi dan misi APPNIA sendiri adalah untuk membantu peningkatan status gizi masyarakat khususnya ibu dan anak dalam 1.000 hari pertama kehidupan," kata dia.
Caranya, yakni melalui layanan dan akses terhadap bahan pangan bergizi dan berkualitas dengan tetap mendukung program pemerintah. Termasuk program penurunan prevalensi stunting, melalui berbagai program berkelanjutan yang sesuai dengan etika usaha.
Masalah stunting ini tidak bisa dianggap sebelah mata. Sebab, berpotensi memperlambat perkembangan otak anak dan meningkatkan risiko penyakit kronis di kemudian hari, seperti obesitas, diabetes, dan hipertensi.
Vera mengatakan APPNIA akan terus mendukung pemenuhan gizi di Indonesia untuk mencapai visi Generasi Emas 2045.
Generasi emas ini akan menjadi kekuatan utama bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa yang besar dan maju di tahun 2045.
Menurut dia, semua pasti menyadari dan mengalami betapa pencapaian visi ini mengalami tantangan yang luar biasa dan sangat tidak mudah. Sehingga, masyarakat harus berupaya mendukung pertumbuhan manusia Indonesia menjadi seutuhnya.
"Dan itu membutuhkan persyaratan, salah satunya pemenuhan gizi yang optimal pada anak," ujarnya. (*/kontan)
Artikel ini sudah tayang di kontan.co.id dengan judul APPNIA Jelaskan Perbedaan Stunting dan Gizi Buruk dan Solusi Penangannya