Turunkan Angka Perokok, Pemerintah Indonesia Diharapkan Maksimalkan Potensi Tembakau Alternatif
Ia berharap pemerintah Indonesia memaksimalkan potensi produk tembakau alternatif untuk menurunkan angka perokok.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Prevalensi merokok menjadi masalah global yang harus segera diselesaikan dengan berbagai ragam solusi inovatif untuk menciptakan perbaikan kualitas kesehatan publik.
Sebab itu, Ketua Asosiasi Ritel Vape Indonesia (ARVINDO), Fachmi Kurnia Firmansyah, berharap pemerintah Indonesia memaksimalkan potensi produk tembakau alternatif untuk menurunkan angka perokok.
“Kami berharap agar pemerintah Indonesia mau merujuk ke negara-negara yang telah berhasil mengoptimalkan produk tembakau alternatif sebagai salah satu langkah menekan prevalensi merokok dan penyakit yang disebabkan karena kebiasaan merokok,” kata Fachmi dalam keterangannya Senin (1/4/2024).
Sementara itu, aktivis Pengurangan Bahaya Merokok dari Inggris, Clive Bates, menjelaskan jumlah perokok di dunia saat ini telah mencapai 1,1 miliar jiwa.
Satu di antara alternatifnya dengan memanfaatkan produk tembakau alternatif, terutama bagi perokok dewasa yang selama ini kesulitan untuk beralih dari kebiasaan merokok.
“Kita benar-benar dapat melakukan sesuatu untuk mengatasi hal tersebut,” kata dia merujuk pada produk tembakau alternatif sebagai salah satu solusinya, ujarnya dalam keterangan.
Senada dengan Bates, mantan Direktur Layanan Alkohol dan Obat-Obatan di Rumah Sakit St. Vincent di Australia, Alex Wodak, menilai perlu adanya upaya progresif untuk menanggulangi masalah rokok tersebut.
“Orang-orang merokok demi nikotin, namun mereka mati karena penolakan terhadap pengurangan risiko,” ucapnya.
Cara untuk beralih sekaligus terhindar dari risiko akibat merokok dapat dilakukan dengan memanfaatkan produk tembakau alternatif yang menerapkan konsep pengurangan risiko.
Praktisi kesehatan dari Australia, Carolyn Beaumont, mengatakan lebih dari separuh pasiennya, yang berusia 30 tahun hingga 50 tahun, telah beralih ke produk tembakau alternatif.
Mereka beralih ke produk lebih rendah risiko tersebut untuk mengurangi risiko masalah kesehatan akibat merokok.
“Sekitar 80 persen pasien yang telah menggunakan produk tembakau alternatif tidak kembali ke kebiasaannya merokok,” katanya.
Berdasarkan hasil riset Universitas Bern berjudul “Electronic Nicotine-Delivery Systems for Smoking Cessation” yang dipublikasikan di New England Journal of Medicine pada Februari 2024, pemanfaatan produk tembakau alternatif meningkatkan keberhasilan berhenti merokok (abstinence) sebesar 21 persen.
Pada kelompok yang menggunakan produk tembakau alternatif, tingkat keberhasilan berhenti merokok mencapai 53 persen. Adapun tingkat keberhasilan berhenti merokok di kelompok yang tidak memaksimalkan produk tembakau alternatif sekitar 32 persen.
Tercatat, Inggris dan Swedia telah berhasil menurunkan jumlah perokoknya berkat dukungannya terhadap penggunaan produk tembakau alternatif.
Menurut laporan Office for National Statistic (ONS), proporsi perokok di Inggris pada tahun 2022 adalah 12,9 persen atau setara 6,4 juta orang.
Angka tersebut turun jika dibandingkan tahun 2021 yang sekitar 13,3 persen atau setara 6,6 juta orang.
Adapun Swedia menjadi negara bebas asap rokok pertama di Eropa dengan prevalensi merokok 5,16 persen, yang dari sebelumnya 11 persen pada tahun 2015.