Gelombang Panas Melanda, Epidemiolog Ingatkan Potensi Wabah Hingga Pandemi
Sejumlah negara di Asia Tenggara dan Asia Selatan dilanda gelombang panas menyengat sepekan terakhir. Epidemiolog ungkap ada potensi wabah.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah negara di Asia Tenggara dan Asia Selatan dilanda gelombang panas menyengat dalam sepekan terakhir.
Suhu yang menyerang hampir mencapai 45 derajat celcius.
Baca juga: Australia Dilanda Gelombang Panas, Suhu di Sydney Diperkirakan Capai 34 Derajat Celcius
Bahkan di Filipina, Thailand dan dari India hingga Bangladesh, badan-badan cuaca memperingatkan bahwa suhu udara bisa menembus 40 derajat celcius dalam beberapa hari ke depan.
Terkait hal ini, Epidemiolog dan Peneliti Indonesia dari Universitas Griffith, Australia, Dicky Budiman ungkap ada potensi wabah hingga pandemi di balik munculnya gelombang panas ini.
Gelombang panas sendiri, kata Dicky merupakan dampak dari perubahan iklim.
Perubahan iklim adalah fenomena kompleks yang disebabkan oleh berbagai faktor.
Baca juga: Orangtua Peserta Jambore Dunia Keluhkan Gelombang Panas di Korsel, Klaim Panitia Bertolak Belakang
Seperti emisi gas rumah kaca seperti karbon dioksida (CO2), metana, dan nitrogen oksida.
Aktivitas seperti pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi, dan industri pertanian menyumbang secara signifikan terhadap peningkatan gas rumah kaca di atmosfer.
"(Dan) perubahan iklim juga meningkatkan risiko terjadinya wabah penyakit, termasuk pandemi," ungkap Dicky pada Tribunnews, Selasa (30/4/2024).
Perubahan iklim juga dapat memengaruhi pola migrasi hewan vektor penyakit seperti nyamuk dan tikus.
Ada berbagai penyakit wabah yang bisa terjadi sebagai akibat dari berbagai faktor.
Termasuk perubahan iklim dan interaksi manusia dengan lingkungan.
Beberapa contoh penyakit wabah yang mungkin muncul atau meningkat akibat perubahan iklim dan faktor-faktor lainnya termasuk: