Jokowi Resmi Teken PP Kesehatan, Isinya Izin Praktik Dokter Asing hingga Larangan Jual Rokok Eceran
Presiden Jokowi meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Baca juga: Kemenkes: Pemerintah Terbitkan Aturan Pelaksana UU Kesehatan, Berikut Ketentuan Teknisnya
PP yang ditetapkan di Jakarta, Jumat (26/7/2024) lalu ini terdiri dari 1.172 pasal. Apa saja isinya?
Terdapat sejumlah poin pada PP tersebut. Yuk simak berita Tribunnews.com.
Larangan Jual Rokok Eceran di Dekat Sekolah
Salah satunya Pasal 434 ayat (1) huruf c yang mencantumkan larangan menjual produk tembakau dan rokok elektronik secara eceran satuan per batang, kecuali bagi produk tembakau berupa cerutu dan rokok elektronik.
Kemudian huruf e mengatur bahwa setiap orang dilarang menjual produk tembakau dan rokok elektronik dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak.
"Setiap orang dilarang menjual produk tembakau dan rokok elektronik: dalam radius 200 (dua ratus) meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak," bunyi pasal 434 PP 28/2024.
Tak hanya itu, PP ini juga mengatur melarang penjualan produk tembakau dan rokok elekotronik menggunakan mesin layan diri dan kepada setiap orang di bawah usia 21 tahun dan perempuan hamil.
Kemudian menempatkan produk tembakau dan rokok elektronik pada area sekitar pintu masuk dan keluar atau pada tempat yang sering dilalui; dan menggunakan jasa situs web atau aplikasi elektronik komersial dan media sosial.
"Ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f bagi jasa situs web atau aplikasi elektronik komersial dikecualikan jika terdapat verifikasi umur," bunyi beleid itu.
Larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari pusat pendidikan ini sebelumnya sempat menuai kritik. Salah satunya dari Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey.
Baca juga: Aturan Jualan Rokok Terbaru: Pembeli Minimal Berusia 21 Tahun, Dilarang Jual Eceran!
Saat aturan itu masih dalam bentuk rancangan, ia mengatakan mengatakan pasal tersebut ambigu karena tidak menjelaskan detail penghitungan zonasi 200 meter.
"Bagaimana cara menghitung 200 meternya? Mau pakai meteran? Terus kiblatnya mengarah kemana? Utara, timur, selatan?," katanya di kantor Aprindo, Jumat (28/6).
Tak hanya soal penghitungan zonasi 200 meter, Roy juga mempertanyakan definisi pusat sekolah yang dimaksud RPP Kesehatan. Pusat pendidikan katanya bisa multitafsir.
"Ada sekolah balet, ada sekolah Bahasa Ingggris, ada sekolah mengemudi, ada bimbel. Pusat pendidikannya apa? Ini juga ambigu, pasal karet," katanya.
Roy mengatakan bahwa saat sosialisasi RPP Kesehatan tidak ditemukan pasal yang mengatur zonasi perdagangan rokok.
Namun setelah sosialisasi, Aprindo mendapatkan informasi bahwa pasal tersebut masuk dalam RPP Kesehatan. Tak hanya itu, Roy juga mendapatkan kabar bahwa Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian Perindsutrian (Kemenperin) tidak dilibatkan dalam membubuhkan paraf di RPP Kesehatan. Padahal kedua kementerian itu berkaitan dengan penjualan dan indutri rokok.
Roy mengatakan jika RPP tersebut disahkan maka ritel bisa kehilangan pendapatan lima hingga delapan persen.
Kemudian penerimaan negara dari cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok yang kini mencapai Rp230 triliun dikhawatirkan akan turun. Belum lagi katanya lima juta petani tembakau juga bisa terancam berhenti bekerja jika industri rokok tergerus. Akibatnya daya beli akan turun. "Akhirnya konsumsi rumah tangga turun dan PDB kita juga turun," katanya.
Pengaturan Izin Praktik Dokter Asing
PP Kesehatan ini tak hanya mengatur masalah penjualan rokok. PP ini juga memuat aturan mengenai pendayagunaan tenaga medis dan tenaga kesehatan Warga Negara Asing (WNA) lulusan dalam negeri maupun luar negeri yang dibolehkan bertugas di RS di Indonesia.
Kendati demikian, pendayagunaan ini harus mempertimbangkan rencana kebutuhan tenaga medis dan tenaga kesehatan secara nasional dan mengutamakan penggunaan tenaga medis dan tenaga kesehatan Warga Negara Indonesia (WNI).
Untuk tenaga medis asing lulusan dalam negeri yang melaksanakan praktik di Indonesia harus memiliki surat izin praktek (SIP) dan surat tanda registrasi (STR) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kemudian, dalam pasal 660 dijelaskan bahwa tenaga medis dan tenaga kesehatan asing lulusan dalam negeri hanya dapat melakukan praktik atas permintaan dari fasilitas pelayanan kesehatan pengguna dengan batasan waktu tertentu.
Berikutnya, untuk tenaga medis lulusan luar negeri yang dapat melaksanakan praktik di lndonesia hanya berlaku untuk tenaga medis spesialis dan subspesialis serta tenaga kesehatan tingkat kompetensi tertentu setelah mengikuti evaluasi kompetensi.
Tenaga kesehatan tingkat kompetensi tertentu sebagaimana dimaksud merupakan tenaga kesehatan yang memiliki kualifikasi setara dengan level delapan kerangka kualifikasi nasional Indonesia.
Dalam kondisi tertentu, menteri dapat menetapkan pendayagunaan tenaga medis dan tenaga kesehatan warga negara asing lulusan luar negeri dengan kualifikasi selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk melaksanakan praktik keprofesian.
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi G. Sadikin mengatakan pihaknya menyambut baik terbitnya PP ini guna menjadi acuan dalam membangun sistem kesehatan Indonesia.
"Kami menyambut baik terbitnya peraturan ini, yang menjadi pijakan kita untuk bersama-sama mereformasi dan membangun sistem kesehatan sampai ke pelosok negeri," ujar Budi dalam keterangannya, Senin (29/7/2024).
Budi menjelaskan ketentuan teknis yang diatur dalam PP ini meliputi penyelenggaraan upaya kesehatan, aspek teknis pelayanan kesehatan, pengelolaan tenaga medis dan tenaga kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan, serta teknis perbekalan kesehatan serta ketahanan kefarmasian alat kesehatan.
Budi mengatakan selanjutnya pihaknya bertugas untuk memastikan aturan ini dapat berjalan dengan baik.
"Selanjutnya tugas kita memastikan pelaksanaan program didukung dengan aturan teknis berupa peraturan presiden dan peraturan menteri kesehatan, maupun peraturan setingkat menteri lainnya," imbuh Budi.
(tribun network/fik/dod)