Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Kesehatan

PP No 28 Tahun 2024 Soal Kesehatan Dikritik, Dinilai Bisa Hancurkan Industri Tembakau Lokal

Peraturan Pemerintah (PP) No 28/2024 tentang Kesehatan menuai kritik. Industri tenbakau lokal tercancam gulung tikar.

Penulis: Reynas Abdila
Editor: Anita K Wardhani
zoom-in PP No 28 Tahun 2024 Soal Kesehatan Dikritik, Dinilai Bisa Hancurkan Industri Tembakau Lokal
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Petani menyortir tembakau di Gudang Tembakau Empatlima, Klaten, Jawa Tengah, Rabu (27/12/2023). Pemerintah berencana menaikkan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) sebesar 10 persen mulai 1 Januari 2024 yang akan berdampak terhadap harga jual eceran rokok di masyarakat. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) melarang penjualan rokok ketengan atau eceran per batang hingga penjualan rokok di radius 200 meter dari kawasan sekolah dan tempat bermain anak.

Hal itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 28/2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan.

Kebijakan ini menuai kritik.

Baca juga: IDI Hormati Putusan MK yang Tolak Uji Formil UU Kesehatan

Kritik datang dari Ketua Umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Henry Najoan.

PP 28/2024 yang diterbitkan pada 26 Juli 2024 itu dinilai lebih banyak mengatur soal bisnis rokok dibanding soal kesehatannya.

"Industri hasil tembakau (IHT) legal harus menyesuaikan diri," katanya kepada Tribun Network, Rabu (31/7/2024).

Menurutnya, IHT lokal berpotensi gulung tikar akibat restriksi atau pembatasan produksi.

BERITA TERKAIT

Industri rokok kretek kelas menengah ke bawah yang banyak menyerap hasil petani tembakau diyakini berdampak langsung.

Baca juga: Eksistensi Sigaret Kretek Tangan Tak Lekang Oleh Zaman

Dia memandang adanya indikasi suatu gerakan dari pihak asing yang ingin menguasai pasar rokok dalam negeri.

"Ini jelas ke arah perdagangan dan penyisipan agenda asing untuk menghancurkan industri tembakau di Indonesia," ujar Henry.

Sebelum adanya PP 28/2024, Henry mengatakan IHT sudah kewalahan menyusul kebijakan fiskal yang eksesif.

Sejak 2020, tarif cukai hasil tembakau selalu naik dua digit pasca pandemi Covid-19.

Situasi IHT legal terus terpuruk yang terkonfirmasi melalui realisasi penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) yang tidak memenuhi target.

GAPPRI mencatat produksi rokok mengalami penurunan dan akan semakin sulit dengan diterbitkannya PP 28/2024.

“Dengan terbitnya PP 28/2024, tentu akan membuat IHT legal gulung tikar," ucap Henry.

PP 28/2024 memuat 13 bab dan 1171 pasal, memuat ketentuan menyangkut kesehatan, pelayanan kesehatan termasuk sumber daya kesehatan dan sediaan farmasi, juga menyangkut obat sampai suplemen kesehatan, kosmetik sampai penyakit menular, termasuk juga pengamanan zat adiktif termasuk rokok atau produk tembakau.

Terkait zat adiktif produk tembakau dan rokok elektronik diatur dalam pasal 429 sampai 463.

Pada pasal 434, PP No 28/2024 tentang Kesehatan mengatur ketentuan penjualan produk tembakau dan rokok elektronik termasuk penjualan rokok eceran.

Kehilangan Rezeki

Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah menilai tidak ada urgensi dari Peraturan Pemerintah (PP) No 28/2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan.

Trubus yakin PP tersebut akan menghilangkan rezeki pedagang-pedagang kelontong yang selama ini berdagang rokok ketengan.

“Bagaimana kemudian pedagang kelontong bertahan hidup, tidak mungkin kan penjual kacang kuaci permen dan minuman di jalanan kemudian tidak bisa menjual rokok,” katanya kepada Tribu Network, Rabu (31/7/2024).

Kemudian bagaimana nasib pedagang ‘starling’ yang juga mendapat penghasilan dari menjajaki rokok eceran.

Dia berpendapat PP ini hanya menguntungnya industri asing yang menginginkan penjualan produknya rokok dipanaskan heat not burn meningkat.

“Ada indikasi ke sana bahwa perokok Indonesia dibuat beralih ke rokok yang dipanaskan,” ucapnya.

Dia mengatakan dari aspek bisnis akan banyak IHT yang akan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal.

Dosen Universitas Trisakti itu memandang pemerintah seharusnya mempersiapkan terlebih dahulu bantalan efek dari PP 28/2024.

“Belum lagi hasil tembakau dari petani-petani yang sulit terserap karena penjualan IHT berkurang,” paparnya. (Tribun Network/Reynas Abdila)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas