Selain Obat dan Terapi Fisik, Bedah Stimulasi Otak Dalam Jadi Pilihan Pengobatan Parkinson
Saat ini, pemberian obat-obatan seperti levodopa, yang diubah menjadi dopamine dalam otak menjadi salah satu pengobatan utama penyakit Parkinson.
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Erik S
Laporan Wartawan Tribunnews.com Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Saat ini penyakit parkinson menjadi penyakit yang rentan diderita orang berusia lanjut yang ditemukan sekitar 200 tahun silam.
Parkinson merupakan penyakit akibat proses penuaan pada sistem saraf di otak, ketika zat dopamin yang dihasilkan terus mengalami penurunan dan merupakan penyakit neurogeneratif atau gangguan neurologis yang bersifat progresif dan berdampak pada gerakan tubuh.
Penyakit ini dikaitkan dengan kerusakan pada substansia nigra (bagian otak tertentu) yang memroduksi dopamine dan jika sel-sel ini rusak atau mati, jumlah dopamine pun berkurang atau menurun, yang pada akhirnya dapat menyebabkan berbagai masalah dalam gerakan tubuh.
Baca juga: Yang Harus Dilakukan Pertama Kali Jika Mengalami Gejala Parkinson
Saat ini, pemberian obat-obatan seperti levodopa, yang diubah menjadi dopamine dalam otak menjadi salah satu pengobatan utama penyakit Parkinson.
Pasien bisa juga diberi obat lainnya seperti agonis dopamine, juga dapat digunakan untuk merangsang reseptor dopamine dalam otak namun dalam perjalanan penyakitnya, seringkali obat menjadi tidak efektif dan timbul komplikasi obat yang menganggu.
Selain itu, melakukan terapi fisik dan rehabilitasi membantu meningkatkan fleksibilitas, kekuatan, dan keseimbangan untuk membantu agar mobilitas dan kemandirian tetap terjaga.
Dokter spesialis syaraf, dr M Agus Aulia Sp BS mengatakan, tindakan operasi menjadi pilihan ketika obat-obatan kehilangan efektivitasnya dan timbul komplikasi akibat obat, seperti fluktuasi motorik dan dyskinesia.
"Prosedur bedah seperti stimulasi otak dalam (deep brain stimulation/DBS) atau stereotactic brain lesioning dapat menjadi pilihan untuk mengatasi gejala penyakit parkinson yang tidak dapat dikendalikan dengan obat-obatan," kata Agus kepada wartawan, Rabu (18/9/2024).
Sebelum dilakukan prosedur deep brain stimulation, kata Agus, pasien biasanya menjalani pemindaian otak seperti MRI atau CT scan untuk menentukan lokasi yang tepat untuk pembuatan lesi.
"Dokter spesialis bedah saraf menggunakan sistem stereotaktik (kerangka acuan yang sangat presisi) untuk menempatkan elektroda di area otak yang ditargetkan, biasanya pada struktur seperti globus pallidus atau nukleus subthalamikus," kata Agus yang berpraktek di Brain & Spine Center RSU Bunda Jakarta ini.
Sebelum dilakukan lesioning, kata dia dilakukan stimulasi listrik dahulu untuk meyakinkan lokasi yang akan dilesi sudah tepat.
"Tindakan operasi dalam keadaan sadar (awake), memungkinkan dokter untuk melihat efek langsung dari stimulasi listrik ini," katanya.
Baca juga: Mengenal Operasi Deep Brain Stimulation untuk Perbaiki Gejala Parkinson
Setelah diyakini lokasi sudah tepat, kata dia elektroda kemudian digunakan untuk menciptakan lesi kecil dengan cara memberikan panas yang terkendali.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.