Jangan Sembarangan Konsumsi Obat Antibiotik, Ketahui Apa Bahayanya
Obat antibiotik tidak boleh diberikan sembarangan dan harus sesuai dengan resep dokter. Ini akibatnya.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Wahyu Gilang Putranto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Obat antibiotika tidak boleh diberikan sembarangan dan harus sesuai dengan resep dokter.
Hal ini untuk menghindari resistensi akibat penggunaan antibiotika yang tidak tepat dalam melawan infeksi bakteri.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI, dr. Mohammad Syahril, Sp.P, MPH, menjelaskan pentingnya pemberian antibiotika yang benar oleh dokter.
Masyarakat juga diimbau untuk tidak membeli antibiotika secara bebas, karena obat ini termasuk dalam golongan obat keras.
“Obat antibiotika adalah obat untuk membunuh bakteri, sementara obat antimikroba lainnya, ada antivirus, antijamur. Jadi, ada obat untuk bakteri, virus, jamur. Pemberian antibiotika harus sesuai dengan indikasi,” kata Syahril di Jakarta, dilansir dari website Kemenkes, Jumat (4/10/2024).
“Indikasi yang diberikan pada obat antibiotika dilakukan oleh dokter. Karena itu harus resep dokter, dan tidak boleh obat antibiotika dibeli bebas. Sebab, termasuk obat keras dan pemberiannya harus sesuai indikasi," lanjutnya.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikan antibiotika ke dalam tiga kelompok, yang disingkat AWaRe (Access, Watch, Reserve).
Kelompok Access mencakup antibiotika yang direkomendasikan untuk infeksi umum dan mudah diakses.
Kelompok Watch terdiri dari antibiotika yang digunakan pada pasien dengan penyakit berat di fasilitas kesehatan.
Penggunaan antibiotika ini harus dipantau dengan cermat untuk menghindari kelebihan dosis.
Baca juga: Penggunaan Antibiotik yang Tidak Bijak Bisa Sebabkan Bakteri Kebal
Sementara itu, kelompok Reserve mencakup antibiotika yang hanya digunakan sebagai pilihan terakhir untuk mengobati infeksi berat yang disebabkan oleh patogen resisten atau kebal terhadap berbagai obat.
Terkait dengan jenis-jenis antibiotika, Syahril menegaskan, indikasi pemberian obat kepada pasien, salah satunya berbasis bukti (evidence based).
“Berdasarkan evidence based itu contohnya, kalau batuk pilek, obat yang diberikan A. Kemudian, kalau pasien mengalami infeksi saluran pernapasan, infeksi saluran cerna, infeksi saluran kencing, obatnya B. Ini yang dinamakan sesuai evidence based, literaturnya,” tegasnya.