Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Kesehatan

Penyebab Utama Kecacatan dan Kematian di Indonesia, Stroke Bisa Dicegah dengan Aktivitas Fisik

Stroke adalah penyakit yang mengancam jiwa. Karena kalau terkena penyakit ini, setiap menit sebanyak 1,9 juta sel otak dapat mati.

Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
zoom-in Penyebab Utama Kecacatan dan Kematian di Indonesia, Stroke Bisa Dicegah dengan Aktivitas Fisik
Ist
Ilustrasi disablitas. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Stroke adalah penyakit yang mengancam jiwa. Karena kalau terkena penyakit ini, setiap menit sebanyak 1,9 juta sel otak dapat mati. 

Stroke merupakan penyebab utama disabilitas dan kematian nomor dua di dunia. 

Di Indonesia, stroke menjadi penyebab utama kecacatan dan kematian, yakni sebesar 11,2 persen dari total kecacatan dan 18,5 persen dari total kematian.

Menurut data Survei Kesehatan Indonesia tahun 2023, prevalensi stroke di Indonesia mencapai 8,3 per 1.000 penduduk. 

Stroke juga merupakan salah satu penyakit katastropik dengan pembiayaan tertinggi ketiga setelah penyakit jantung dan kanker, yaitu mencapai Rp5,2 triliun pada 2023.

Padahal, Plt. Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Dirjen P2P) dr. Yudhi Pramono mengatakan 90 persen penyakit stroke dapat dicegah melalui pengendalian faktor risiko.

Berita Rekomendasi

Seperti tekanan darah tinggi, diabetes, dislipidemia, gangguan jantung, kurangnya aktivitas fisik, diet atau pola makan yang tidak sehat, stress, serta mengkonsumsi alkohol.

“Ini sangat disayangkan, yah, karena 90 persen stroke itu dapat dicegah melalui pengendalian faktor risikonya,” kata dr. Yudhi dilansir dari laman Kemenkes, Jumat (25/10/2024).

Selain itu dr. Yudhi juga menyampaikan bahwa aktivitas fisik yang dilakukan selama minimal 30 menit dan 5 kali dalam seminggu dapat menurunkan faktor risiko stroke sebesar 25 persen. 

Aktivitas fisik juga dapat membantu menjaga berat badan ideal, mengontrol tekanan darah, dan meningkatkan kesehatan jantung.

Baca juga: Hipertensi Bisa Berujung Pre-eklampsia, Ketahui Faktor Risiko hingga Tanda-tandanya 

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah berupaya meningkatkan deteksi dini dislipidemia pada pasien diabetes melitus dan hipertensi sebagai upaya pencegahan stroke, dengan target pada 2024 sebesar 90 persen atau sekitar 10,5 juta penduduk. 

Namun, saat ini capaian deteksi dini stroke baru mencapai sekitar 11,3 persen dari target.

Diperlukan upaya yang lebih masif dengan melibatkan berbagai pihak.

Baik dari pemerintah, akademisi, organisasi profesi, sektor swasta, maupun masyarakat, untuk meningkatkan capaian deteksi dini stroke sebagai upaya menurunkan risiko stroke di Indonesia.

Perwakilan dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga (PDSKO) dr. Elina Widiastuti menyampaikan, aktivitas fisik sangat baik untuk pencegahan stroke

Kurangnya aktivitas fisik merupakan salah satu dari lima faktor risiko utama stroke.

Lebih lanjut, dr. Elina menjelaskan, aktivitas fisik memiliki banyak manfaat, di antaranya meningkatkan fungsi jantung, pembuluh darah, dan pernapasan, menurunkan risiko kardiovaskular, serta menurunkan morbiditas dan mortalitas.

“Salah satu penyebab dari stroke ada faktor stress dan ternyata latihan fisik atau berolahraga dengan rutin itu ternyata dapat menurunkan kecemasan dan depresi,"paparnya. 

Selain itu, aktivitas fisik juga dapat meningkatkan fungsi kognitif, meningkatkan performa kerja.

Tidak hanya itu, aktivitas fisik pada orang tua sangat penting untuk menurunkan risiko jatuh dan cedera.

"Dan juga merupakan terapi efektif pada beberapa penyakit kronis terutama pada pasien lanjut usia,” sambungnya. 

Aktivitas fisik harian, lanjut dr Erlina juga untuk mencegah risiko stroke dapat dibagi menjadi tiga jenis. 

Pertama, aktivitas aerobik seperti berjalan, berlari, bersepeda, atau berenang. 

Aktivitas aerobik dengan intensitas sedang dianjurkan 3-5 kali per minggu atau 150-300 menit per minggu.

“Jadi, aktivitas yang dilakukan seperti berjalan dan sebagainya dapat dibagi menjadi 30 menit setiap harinya dan dilakukan selama 5 kali dalam seminggu,” lanjutnya.

Kedua, aktivitas penguatan otot seperti gym, yoga, atau pilates, yang disarankan dilakukan 2-3 kali seminggu. 

Ketiga, aktivitas sedentari yang perlu dibatasi. Contoh aktivitas sedentari seperti duduk dalam waktu lama perlu dikurangi.

“Kalau misalnya dalam sehari kita banyak duduk kita harus mulai menguranginya, dengan cara seperti yang dilakukan di luar negeri," jelas dr Elina. 

Misalnya, di kantor-kantor yang dulunya bekerja sambil duduk, sekarang bisa berdiri. 

"Jadi, tidak hanya duduk aktivitas sehari-harinya dan memperbanyak langkah itu adalah salah satu yang dapat dilakukan,” imbuhnya. 

Bagi yang ingin memulai latihan fisik, ada beberapa komponen latihan yang perlu diperhatikan.

Yaitu gerakan pemanasan atau peregangan, gerakan inti, dan gerakan pendinginan atau peregangan kembali.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas