Berikut Tiga Langkah Putuskan Stigma dan Diskriminasi Masalah Kesehatan Jiwa
Dampak stigma dan diskriminasi yang dialami orang-orang dengan gangguan kesehatan jiwa dapat memperparah kondisi mereka
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Stigma seputar masalah kesehatan jiwa masih sulit dihilangkan.
Beberapa stigma, seperti depresi, gangguan kecemasan, dan stres, sering kali dikaitkan dengan rendahnya keimanan seseorang.
Bahkan, pekerja yang berupaya mencari layanan kesehatan jiwa tak jarang dipandang “sudah tidak mampu lagi bekerja.”
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dampak stigma dan diskriminasi yang dialami orang-orang dengan gangguan kesehatan jiwa dapat memperparah kondisi mereka.
Stigma dan diskriminasi ini dapat menghambat proses pemulihan serta menimbulkan keengganan untuk mencari bantuan atau perawatan.
Direktur Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dr. Imran Pambudi, MPHM pun menyampaikan tiga langkah untuk memutus rantai stigma dan diskriminasi terhadap orang-orang yang memiliki masalah kesehatan jiwa.
Baca juga: 5 Upaya Kemenkes untuk Tingkatkan Layanan Skrining Kesehatan Jiwa
“WHO menganjurkan beberapa langkah untuk melawan stigma dan diskriminasi. Langkah ini tertuang dalam ‘World Mental Health Report: Transforming mental health for all’, yang diterbitkan WHO pada 2022,” ujar Imran di Jakarta, dilansir dari website resmi, Rabu (30/10/2024).
Pertama, strategi edukasi (education strategies) untuk meluruskan mitos dan kesalahpahaman.
Termasuk di dalamnya kampanye literasi, kampanye untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, dan berbagai kegiatan pelatihan dan pembelajaran.
Langkah kedua adalah strategi kontak (contact strategies) untuk mengubah sikap negatif masyarakat umum melalui interaksi dengan orang-orang yang memiliki kondisi kesehatan jiwa.
Strategi ini dapat mencakup kontak sosial langsung, kontak simulasi, kontak video atau online.
Serta penggunaan layanan dukungan sebaya dalam pengaturan perawatan kesehatan.
“Berikutnya, langkah ketiga berupa strategi aksi (protest strategies), yaitu penolakan terhadap stigma dan diskriminasi secara formal. Contohnya, demo, petisi, boikot, dan kampanye advokasi lainnya,” lanjut Imran.
Penelitian tentang dampak ketiga strategi WHO tersebut menunjukkan bahwa bagi sebagian besar kelompok orang, kontak sosial adalah jenis intervensi paling efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap terkait stigma.
Beberapa negara berpenghasilan tinggi telah berhasil mengampanyekan kesadaran publik berskala besar dan strategi berbasis kontak untuk menciptakan perubahan positif terkait kesehatan jiwa.
Kampanye Anti-Stigma Kesehatan Jiwa
Di beberapa negara, lanjut Direktur Imran Pambudi, terdapat kampanye nasional yang mengarah pada perubahan positif dalam sikap publik terhadap kesehatan jiwa.
Upaya ini juga tercatat dalam laporan WHO.
Contohnya adalah Time to Change, kampanye anti-stigma di Inggris yang bertujuan mengakhiri stigma dan diskriminasi yang dihadapi orang-orang dengan kondisi kesehatan jiwa.
“Kegiatan yang dilakukan, misalnya, acara-acara komunitas lokal dan penghargaan yang dibuat oleh penyintas. Hasilnya, kegiatan yang berbasis kontak dengan masyarakat awam, efektif menurunkan stigma serta meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan jiwa,” kata Imran.
Di Australia, terdapat program literasi kesehatan jiwa oleh Beyond Blue, sebuah organisasi yang mendukung kesehatan dan kesejahteraan jiwa.
Kegiatan organisasi ini berfokus pada penyediaan dukungan untuk mengatasi depresi dan gangguan kecemasan.
Selain itu, Beyond Blue mengadakan pelatihan perawatan kesehatan jiwa dan forum diskusi komunitas.
Temuan utama dari kegiatan tersebut menunjukkan lebih banyak peningkatan kesadaran masyarakat terkait depresi dan manfaat perawatannya.
Program pelatihan ini cukup berhasil meningkatkan pengetahuan tentang gangguan kesehatan jiwa.
“Ada juga kampanye Opening Minds, edukasi berbasis kontak di Kanada. Kampanye ini memberikan dukungan terkait kesehatan jiwa. Intervensi ditujukan kepada penyedia layanan kesehatan, karyawan, dan anak-anak muda,” terang Imran.
“Hasil temuan utama, salah satunya, berbagai cerita tentang harapan dan kesembuhan adalah yang paling berhasil menurunkan stigma.”
Opening Minds adalah sebuah kampanye dari Mental Health Commission of Canada (MHCC) untuk mengurangi stigma dan mengupayakan kesehatan jiwa yang baik di Kanada.
Kampanye ini mempromosikan kesehatan dan ketahanan jiwa sekaligus menghilangkan stigma.