Penting Skrining Hipotiroid Kongenital pada Bayi Baru Lahir, Cegah Anak Alami Keterbelakangan Mental
Hipotiroidisme kongenital dapat menyebabkan gangguan perkembangan mental dan fisik yang serius jika tidak terdeteksi sejak dini.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif International Pediatric Association (IPA) Prof. Dr. dr. Aman Bhakti Pulungan, Sp. A, Subsp. End., FAAP FRCPI (Hon.), imbau orang tua untuk lakukan skrining hipotiroid kongenital pada bayi baru lahir.
"Hipotiroidisme kongenital dapat menyebabkan gangguan perkembangan mental dan fisik yang serius jika tidak terdeteksi sejak dini," ungkapnya pada peluncuran White Paper Tiroid di JW Marriot Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (7/11/2024).
Hipotiroid kongenital sendiri adalah gangguan endokrin yang terjadi ketika kelenjar tiroid bayi tidak menghasilkan cukup hormon tiroid.
Sebagai informasi, hormon tiroid berfungsi untuk mengatur metabolisme, pertumbuhan tulang, syaraf, dan perkembangan otak
Prof. Aman menjelaskan, tanpa skrining sejak lahir, lebih kurang akan ada 32.000 anak Indonesia dengan hipotiroid kongenital yang tidak terobati setiap tahunnya.
Situasi ini tentu berpotensi meningkatnya angka disabilitas intelektual di Indonesia.
Oleh karena itu, program skrining bayi baru lahir adalah kunci untuk penanganan yang efektif.
"Saat ini, Indonesia tengah mengoptimalkan program nasional Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) pada bayi baru lahir guna mencegah potensi beban keluarga pasien dan negara yang muncul akibat dampak dari disabilitas intelektual,” kata Prof. Aman.
Lebih lanjut Prof Aman memberikan contoh kasus tentang perbandingan
Terdapat dua anak yang mengalami kelainan tiroid. Bedanya, salah satu anak sudah dilakukan skrining sejak lahir. Sehingga mendapatkan penanganan sedari dini.
Hasilnya, anak yang mendapatkan penanganan sejak lahir cenderung memiliki kualitas hidup yang baik.
Dia mampu mengikuti pembelajaran di sekolah bahkan berprestasi di bidang akademis dan non akademis.
Tinggi badannya 138 cm dan berat badannya 40 kilogram atau sesuai standar usia.
Di umur 9 tahun 6 bulan, anak yang tak disebutkan namanya tersebut memiliki IQ 127 atau di atas rata-rata.
Anak ini pun tidak menyandang disabilitas intelektual dan mampu berkembang sesuai usianya.
Berbeda dengan anak yang tidak diskrining dan baru diketahui mengalami kelainan tiroid di usia 10 tahun.
Tumbuh kembangnya terlambat dan tidak sesuai dengan usianya.
Anak ini sulit berbicara dan lebih banyak main ponsel dan menonton televisi.
Tinggi badan 124 cm, berat badan 46 kilogram atau di bawah standar sesuai usia.
Usia 20 tahun dengan IQ kurang dari 70 atau di bawah rata-rata.
"Jadi (skrining hipotiroid kongenital) ini hak anak. Pertanyaannya apakah setiap bayi harus diskrining. Jawabannya harus! Menurut saya itu hak setiap bayi," pungkasnya.