Alami Gangguan Gerak Distonia dan Sindrom Tourette, Bisakah Disembuhkan?
Distonia merupakan gangguan neurologi yang ditandai dengan kekakuan otot yang berkepanjangan dan di luar kendali.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Willem Jonata
Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa sindrom ini bisa diperburuk oleh kondisi lingkungan yang penuh tekanan dan gangguan kecemasan yang mendasarinya.
Diagnosis sindrom Tourette melibatkan wawancara klinis dan pengamatan jangka panjang terhadap gejala pasien.
“Kami menilai frekuensi dan tingkat keparahan tics menggunakan skala khusus seperti Yale Global Tic Severity Scale (YGTSS). Jika skornya di atas 35/50, prosedur DBS bisa menjadi opsi yang dipertimbangkan,” kata Dr. Rocksy.
Terapi Pengobatan
Untuk menangani distonia dan sindrom Tourette, terapi awal biasanya berupa kombinasi obat-obatan dan terapi fisik.
Penggunaan obat ditujukan untuk meredakan nyeri serta mengurangi kontraksi otot yang tidak terkendali, sementara fisioterapi dapat membantu pasien dalam memperbaiki postur tubuh serta meningkatkan kontrol terhadap gerakan mereka.
Dalam kasus sindrom Tourette, terapi psikologis juga sering kali diperlukan karena gangguan ini berkaitan erat dengan faktor kecemasan dan gangguan psikologis lainnya seperti OCD (Obsessive Compulsive Disorder) atau ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder).
Konseling dan terapi perilaku kognitif dapat membantu pasien dalam mengatasi dampak psikologis dari kondisi mereka.
Namun, bagi penderita dengan kondisi berat yang tidak membaik dengan terapi konvensional, DBS menjadi pilihan.
Prosedur ini bekerja dengan cara menanamkan elektroda di dalam otak yang memberikan stimulasi listrik ke area yang mengontrol gerakan, sehingga gejala dapat berkurang secara signifikan.
Dokter spesialis bedah saraf di RS Siloam Lippo
Village Dr. dr. Made Agus Mahendra Inggas, SpBS, prosedur DBS hanya bisa dilakukan pada pasien yang memenuhi beberapa syarat tertentu.
DBS direkomendasikan bagi pasien dengan tingkat keparahan yang tinggi, terutama yang mengalami distonia umum (general) atau sindrom Tourette berat.
Evaluasi sebelum prosedur melibatkan diskusi antara dokter spesialis saraf dan bedah saraf, serta keluarga pasien untuk memastikan apakah prosedur ini merupakan pilihan terbaik.
Proses diawali dengan pemeriksaan MRI untuk memastikan tidak ada kelainan otak lain, seperti tumor atau riwayat stroke.
Pasien juga menjalani serangkaian tes psikologis dan neurologis guna mengevaluasi kondisi secara menyeluruh.
Sebelum tindakan, pasien diminta mencukur rambut untuk meminimalkan risiko infeksi.
Head frame dipasang di kepala untuk menentukan titik stimulasi di otak. Selanjutnya, dilakukan CT scan yang digabungkan dengan hasil MRI untuk penentuan lokasi pemasangan elektroda secara akurat.
Setelah itu, elektroda DBS dipasang di area target otak, yaitu globus pallidus internus (GPI) untuk penderita distonia atau thalamus medial untuk sindrom tourette. Selama operasi, pasien tetap sadar agar dokter dapat mengevaluasi efek stimulasi secara langsung.
·
Menurut dr. Made, tingkat keberhasilan DBS di saat ini mencapai 78 persen-82 persen, sejalan dengan data internasional.
“Distonia memiliki peluang sembuh lebih tinggi dibandingkan dengan sindrom Tourette yang terkait dengan faktor psikologis. Namun, DBS tetap membantu meningkatkan kualitas hidup pasien secara signifikan,” tambahnya.
DBS juga dapat dilakukan secara berkala jika efeknya mulai berkurang.
Selain itu, pasien tetap perlu menjalani terapi dan kontrol rutin untuk memastikan bahwa stimulasi yang diberikan tetap optimal. Jika ada gejala yang belum terkontrol, dokter dapat menyesuaikan voltase stimulasi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.