Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

7 Fakta Unik Tradisi Sekaten di Jogja dan Solo, Ada sejak Zaman Belanda hingga Gamelan Bunyi 7 Hari

Fakta-fakta unik tradisi Sekaten di Jogja dan Solo, dari mulai asal-usul hingga pasar malam 'sekatenan' ditiadakan.

Penulis: Rica Agustina
Editor: Ifa Nabila
zoom-in 7 Fakta Unik Tradisi Sekaten di Jogja dan Solo, Ada sejak Zaman Belanda hingga Gamelan Bunyi 7 Hari
TRIBUN JOGJA/HASAN SAKRI GHOZALI
Grebeg Sekaten di Kota Yogyakarta. 

TRIBUNNEWS.COM - Perayaan Sekaten sebagai peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW menjadi acara rutin tahunan di antaranya di Kota Solo dan Jogja.

Namun, Pasar Malam Perayaan Sekaten (PMPS) 2019 sebagai acara yang memeriahkan Sekaten di Jogja ditiadakan.

Ditiadakannya pasar malam ini merupakan keinginan Raja Kasultanan Yogyakarta, Sri Sulatan Hamengku Buwono X.

Tahun ini keraton meniadakan pasar malam dengan alasan ingin mengembalikan kembali makna sebenarnya dari Sekaten.

"Itu memang dawuh Dalem sebenarnya. Jadi Ngarso Dalem sempat dawuh alun-alun itu kalau setiap tahun dipakai pasar malam itu tidak pernah bisa bagus," ujar Penghageng Kawedanan Hageng Punakawan Kridhamardawa Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, KPH Notonegoro, Kamis (3/10/2019).

Sekaten 2019
Sekaten 2019 (tweet Twitter @GKRHayu)

Selain itu, keputusan ini dimaksudkan untuk mengembalikan kembali kondisi rumput di Alun-alun Utara.

"Setiap kali habis dipakai pasar malam, alun-alun itu kondisinya tidak bagus, rumputnya habis, kotor dan sebagainya," katanya.

Berita Rekomendasi

Menantu Raja Kesultanan Yogyakarta tersebut juga mengungkapkan, pasar malam saat Sekaten sebenarnya bukan bagian dari rangkaian tradisi Sekaten.

Pasar malam mulai ada semenjak penjajahan Belanda.

"Nah, dulu itu memang ada ceritanya. Belanda itu yang mengadakan pasar malam untuk memecah perhatian rakyat supaya tidak terlalu ke sana. Kemudian setelah lama tidak ada, sekitar 30 tahun yang lalu diadakan lagi pasar malam Sekaten," kata Notonegoro.

Asal-usul Sekaten

Sementara itu, tradisi Sekaten telah berlangsung sejak masa pemerintah Kerajaan Demak.

Sekaten terus menerus dilestarikan oleh Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa Tengah, di anataranya Kerajaan Demak, Pajang, dan Mataram hingga Kasunanan Surakarta, dan Kesultanan Ngayogyakarta.

Dilansir dari situs laman resmi Keraton Yogyakarta, Sekaten berasal dari Bahasa Arab ‘syahadatain’ yang berarti dua kalimat syahadat.

Halaman
1234
Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas