Hanif Dhakiri: Revisi PP 78 Tahun 2015 Masih Dalam Kajian
Hanif Dhakiri mengatakan, perubahan atas Peraturan Pemerintah nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan masih dalam kajian
Editor: Content Writer
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengatakan, perubahan atas Peraturan Pemerintah nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan masih dalam kajian. Dia menyebut, pengkajian ini dilakukan untuk bisa memenuhi tuntutan berbagai pihak.
"(PP 78/2015 tentang Pengupahan) Diubah karena ada tuntutan untuk itu, tuntutannya dipahami dan dilakukan pengkajian agar matang, bisa win-win solutions untuk semuanya. Kalau win-win, pasti tidak semuanya happy, tetapi kan setidaknya ada formula yang bisa menjadi jalan tengah yang baik untuk kepentingan usaha maupun tenaga kerja," ujar Hanif, Kamis (3/10/2019).
Hanif menyebut, penentuan kenaikan upah tenaga kerja di tahun mendatang masih sesuai dengan aturan yang berlaku. "Ya kita lihat pertumbuhan ekonomi dan angka inflasinya saja. Selama kita masih menggunakan UU no 13 tahun 2003 dan PP 78/2015, ya masih itu," tambah Hanif.
Tak hanya PP 78/2015, Hanif juga menyebut tripartit nasional sudah sepakat diadakan revisi atas Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Namun, Hanif menyebut sampai saat ini belum ada pembahasan lebih lanjut terkait perubahan UU ini.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Danang Girindrawardana bilang, Apindo tidak menolak revisi PP 78/2015. Menurutnya, PP tersebut memang harus direvisi mengingat pemberlakuannya yang sudah lima tahun.
Dibandingkan merevisi PP 78/2015, Danang justru berpendapat UU no 13/2003 perlu dibahas lebih lanjut. Menurutnya, beberapa perubahan perlu dilakukan supaya UU tersebut tetap relevan dengan kondisi saat ini, apalagi revolusi industri 4.0 sudah mulai berkembang.
Pengusaha juga menanggapi positif upaya dari pemerintah untuk membahas perubahan UU Ketenagakerjaan.
"Kami senang Pak Presiden sudah menemui federasi dan menyampaikan akan segera dibentuk tim perumus revisi UU No 13/2013. Jadi pemerintah tidak akan berdiri sendiri, tetapi pemerintah akan mengajak dunia usaha, mengajak federasi pekerja untuk membahas itu. Jadi masih banyak peluang untuk dialog," tutur Danang.
Terkait dengan kenaikan upah, Danang berpendapat perlu dilakukan pembahasan lebih lanjut golongan atau area mana saja yang perlu mendapatkan kenaikan.
"Saat ini yang perlu dibahas secara serius, buruh seperti apa yang sangat perlu untuk dinaikkan upahnya secara progresif, di golongan yang mana, di area yang mana. Ini yang harus kita bahas. Jadi tidak boleh dipukul rata. Kalau rata-rata berlaku nasional, semuanya naik, banyak industri yang akan collaps, dan itu akan merugikan buruh dan merugikan iklim investasi nasional," jelas Danang.(*)