Sikapi Problem PTPN IX, Ditjen PSP Kementan Gecarkan Kampanye Anti Alih Fungsi Lahan
Tone kampanye anti alih fungsi lahan semakin dibesarkan Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian (Ditjen PSP Kementan)
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG – Tone kampanye anti alih fungsi lahan semakin dibesarkan Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian (Ditjen PSP Kementan). Respon tersebut sebagai jawaban atas problem lahan tebu yang membelit PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IX.
Sikap responsif diberikan Ditjen PSP Kementan untuk mensikapi problem alih fungsi lahan. Kebijakan ini dikuatkan dalam pertemuan Kementan, Komisi IV DPR RI, dan PTPN IX, Sabtu (29/2). Lokasinya ada di Kantor PTPN IX, Mugas Dalam, Semarang, Jawa Tengah. Ikut bergabung RNI, SHS, Pertani, Garam, Perindo, dan Perinus. Ada juga Bulog, Pupuk Indonesia, hingga Perhutani.
“Peruntukan beberapa lahan pertanian memang mengalami penurunan. Terkait dengan alih fungsi lahan sebenarnya sudah antisipasi semuanya. Apa yang dialami PTPN IX ini hampir dirasakan semuanya. Dan, imbasnya terjadi penurunan produktivitas pertanian. Untuk itu, kami gencarkan kampanye ini,” ungkap Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian (PSP Kementan) Sarwo Edhy, Sabtu (29/2).
Beberapa problem memang sedang dihadapi PTPN IX saat ini. Selain alih fungsi lahan, ada juga problem stok gula hingga krisis finansial. Untuk lahan, PTPN IX dihadapkan dengan menyusutnya luasan lahan perkebunan tebu. Imbasnya, terjadi penurunan produksi yang cukup signifikan. Terbatasnya produksi tebu pun mengakibatkan ketersediaan gula menjadi tipis di pasaran. Ujungnya, terjadi kenaikan harga.
Mengacu profilnya, PTPN IX memiliki beberapa produk unggulan. Ada komoditi Karet, Tebu, dan Teh. Mereka juga mengembangkan konsep agrowisata dengan revenue 10%. Komoditi Tebu ditopang oleh 4 pabrik yang aktif pada 2020. PTPN IX sebenarnya punya 8 Pabrik Gula. Kemempuan kapasitas produksi gulanya mencapai 15.000 Ton/Hari. Total produksinya selama setahun ada di angka 100.000 Ton/Tahun.
Untuk Karet memiliki luasan 21.867 hektare dengan rata-rata kapasitas produksi 26.695 Ton/Tahun. Omset yang dihasikan dari Karet ada di angka Rp300 Miliar/Tahun. Adapun komoditi Teh ditopang oleh lahan 1.164,78 hektare. Produksinya sekitar 1.975 Ton/Tahun. Produk tersebut diolah oleh 3 unit pabrik dengan kapasitas 12,1 ton/hari.
“Beberapa lahan produktif saat ini mengalami pergeseran fungsi. Kalau tidak ada pengendalian, maka bisa berimbas buruk bagi ketersediaan pangan secara menyeluruh. Untuk itu, semua pihak harus bisa berpikir jauh ke depan. Bagaimanapun, ketersediaan pangan ini harus dijaga,” terang Sarwo.
Baca: Kepala BKP Kementan: Ketahanan Pangan Indonesia Meningkat
Mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS), pergerakan lahan pertanian mengalami fluktuasi. Pada lahan sawah (lahan basah), luasannya mengalami penurunan hingga -0,31% pada 2017. Luasan riil pada sawah irigasi dan non irigasi sekitar 8,162 Juta hektare. Adapun luas lahan baku pertanian pada 2018 berada di angka 7,1 Juta hektare. Bandingkan dengan 2013 yang berada di angka 7,75 Juta hektare.
“Kalau stok pangan secara keseluruhan ingin terjaga dan stabil, maka luasan lahan harus diperhatikan. Luas yang ada minimal dipertahankan, bahkan kalau bisa ditambah. Tidak difungsikan untuk yang lain, apalagi lahan yang beririgasi baik dengan beragam bentukan dari pemerintah. Kesemuanya itu sudah diatur melalui regulasi dengan kekuatan hukum,” tegas Sarwo.
Perubahan status alih fungsi lahan sudah diatur secara detail melalui peraturan. Acuannya, Undang-Undang Nomor 41 tahun 2009. Selain tata kelolanya, regulasi itu secara detail juga mengatur sanksinya. Bagi masyarakat yang terlihat aktivitas pengalihan fungsi lahan akan dihukum 5 tahun penjara. Bila ada perangkat pemerintah yang terlibat, hukumannya ditambah 2 tahun sehingga menjadi 7 tahun penjara.
Baca: Baru Terserap 21,3%, Kementan Jamin Ketersediaan Pupuk Bersubsidi Tetap Aman Sepanjang 2020
“Pokoknya semua harus teliti. Sebab, aturan tegas akan diberlakukan bila regulasi tersebut ditabrak. Lahan pertanian tetap dialihfungsikan untuk yang lain. Dengan pertemuan di PTPN IX yang melibatkan banyak stakeholder, kami berharap adanya jaminan ketersediaan lahan pertanian. Ujungnya tentu tetap terjaganya stabilitas pangan nasional,” tutup Sarwo. (BJN*)