Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Lewat Webinar, Kemensos Beberkan Strategi Dalam Penanganan Kemiskinan Ekstrem

Berbagai akibat dari pandemi COVID-19 ini memang sulit untuk dihindari. Apalagi hampir semua negara tidak siap menawarkan cara efektif dan paten agar

Editor: Content Writer
zoom-in Lewat Webinar, Kemensos Beberkan Strategi Dalam Penanganan Kemiskinan Ekstrem
Kemensos

TRIBUNNEWS.COM – “Berbagai akibat dari pandemi Covid-19 ini memang sulit untuk dihindari. Apalagi hampir semua negara tidak siap menawarkan cara efektif dan paten agar roda kehidupan di era ‘kebiasaan baru’ atau yang disebut sebagai kenormalan baru,” ujar Edi Soeharto, Dirjen Pemberdayaan Sosial, Kemensos dalam webinar bertajuk “Meretas Jalan Sejahtera di Era Kebiasaan Baru”, yang digagas oleh Poltekesos Bandung, Kamis (11/6/2020).

Menurut Benny Setia Nugraha dari Kemensos, pemerintah harus mencari cara yang paling tepat untuk pemulihan ekonomi dan pemulihan sosial budaya kehidupan masyarakatnya agar ada kepatuhan dan kepatutan dalam sikap, perilaku berinteraksi sosial dan berelasi sosial.

“Pola aktivitas harus mengikuti protokol kesehatan, dan ini perlu ketegasan dalam implementasinya, karena sulit bagi kita untuk mengatur massa, kerumunan, maupun persepsi tentang pemaknaan kenormalan baru ini. Kebiasaan baru butuh contoh, butuh ketegasan kebijakan dan aturan, dan ini berlaku dalam semua sektor dalam berbagai level kehidupan (bisnis dan non bisnis),” ujarnya.




Benny juga mengungkapkan untuk meretas jalan sejahtera di era kebiasaan baru harus memenuhi tiga aspek penting, yakni tercukupi sandang, pangan, dan rasa aman.

“Kata aman ini menjadi unsur penting, aman secara kesehatan, aman secara dinamika kehidupan, dan aman secara aktifitas keseharian warga. Pemenuhan terhadap 3 unsur tersebut akan menjadi platform penting bagi pemerintah untuk menjaga integrasi sosial dan integrasi bangsa. Artinya, National Security Belt terjaga dengan baik,” ujar Benny.

Andre, salah satu pembicara dalam webinar tersebut juga mengungkapkan jika kenaikan angka kemiskinan adalah sebuah keniscayaan dalam suatu situasi kedaruratan yang dapat memorak-porandakan ekonomi sebuah bangsa.

“Pemutusan hubungan kerja dan terganggunya aktifitas ekonomi warga marak terjadi. Beban negara menjadi bertambah, dan perlu strategi penguatan regulasi ekonomi yang tepat dan menyelesaikan masalah. Di Indonesia catatan kenaikan angka kemiskinan di atas 12 persen adalah hal yang wajar. Tinggal bagaimana pemulihannya?,” ujar Andre.

BERITA TERKAIT

Asep Sasa, Dirjen Penanganan Fakir Miskin Kemensos yang menjadi salah satu pembicara dalam webinar ini mengungkapkan untuk mempersiapkan langkah aksi percepatan penanganan kemiskinan ekstrim, cara yang ditempuh adalah dengan penguatan bantuan sosial, sinergi penanganan antar kementerian dan lembaga, penguatan SDM Kesejahteraan Sosial. Ini tentu perlu langkah langkah yang taktis dalam implementasinya.

“Keabsahan data menjadi urgensi yang akan menjadi tolok ukur ketepatan penyaluran bansos, demikian juga jenis bantuan lainnya yang ditujukan bagi penguatan usaha ekonomi warga miskin. Pemilahan dan pemaknaan atas bantuan sosial akan menjadi penting karena tipologi dan karakteristik warga miskin berbeda beda baik dari sisi pilihan usaha maupun geografis tempat warga itu tinggal (di kota, desa, kampung, pedalaman, pegunungan, pesisir pantai dan lainnya),” ujarnya.

Hadir dalam webinar yang sama, Edi Suharto mengatakan era kebiasaan baru ini akan mengoptimalkan peran dari berbagai potensi sumber kesejahteraan sosial, baik itu Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan, Pekerja Sosial Masyarakat dan lainnya.

“Mereka tenaga terlatih dan paham sosiogeografis wilayahnya. Ditambahkan oleh pembicara lainnya Didiet Widiowati, bahwa banyak potensi potensi sumber di daerah yang bisa dijadikan sebagai mitra dalam penguatan kembali ekonomi warga. Sinergitas diperlukan dalam mensikapi era kebiasaan baru ini,” ujarnya.

Turut menjadi pembicara, Asep Sasa mengungkapkan jika penanganan kemiskinan adalah tanggung jawab negara.

“Secara regulasi telah dikuatkan dengan undang undang; UU Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin dan Perpres Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB)-SDGs yang Insya Allah tahun 2024 akan mencapai zero extreme poverty 2024,” pungkas Asep Sasa.(*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas