Berlaku 1 Juli 2020, Kemenhub Jelaskan Sistem Pelaporan Kapal di TSS Selat Sunda dan Selat Lombok
Indonesia akan segera mengimplementasikan Traffic Separation Scheme (TSS) di Alur Laut Kepulauan, yaitu di Selat Sunda dan Selat Lombok.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Dalam waktu dekat, Indonesia akan segera mengimplementasikan bagan pemisahan alur laut atau Traffic Separation Scheme (TSS) di Alur Laut Kepulauan, yaitu di Selat Sunda dan Selat Lombok.
Berbagai persiapan telah dilakukan oleh Kementerian Perhubungan, salah satunya dengan melakukan peningkatan pengawasan di TSS, dimana Direktorat Jenderal Perhubungan Laut mengoptimalkan pengoperasian Vessel Traffic Service (VTS) Merak dan VTS Benoa.
Sarana dan prasarana di VTS Merak dan VTS Benoa, termasuk Sumber Daya Manusia, Automatic Identification System (AIS), Radar, dan lain-lain siap untuk melaksanakan pengawasan di seluruh wilayah TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok. Demikian disampaikan oleh Direktur Kenavigasian Hengki Angkasawan di Jakarta, Senin (22/6).
Dirinya menjelaskan, dengan telah ditetapkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 129 Tahun 2020 tentang Penetapan Sistem Rute di Selat Lombok dan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 130 Tahun 2020 tentang Penetapan Sistem Rute di Selat Lombok dan Selat Sunda, maka juga diatur mengenai pelaksanaan Sistem Pelaporan dan Informasi Navigasi (SUNDAREP dan LOMBOKREP) bagi kapal-kapal yang melintas pada TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok.
Adapun pelaksanaan Sistem Pelaporan dan Informasi Navigasi (SUNDAREP dan LOMBOKREP) dilaksanakan agar terdapat manajemen lalu lintas yang efisien dan cepat, demi kepentingan keselamatan navigasi dan perlindungan lingkungan laut, sebagaimana didefinisikan dalam konvensi internasional yang relevan.
Hal tersebut juga sesuai dengan Konvensi SOLAS Chapter V, yang mengatur tentang fungsi dan peran terkait operasional Vessel Traffic Services (VTS) dan Ship Reporting System (SRS), serta Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 26 Tahun 2011 tentang Telekomunikasi Pelayaran.
“Nantinya kapal yang hendak melewati TSS Selat Sunda dan Selat Lombok diminta untuk memberikan informasi sebelumnya tentang ukuran kapal, baik dalam kondisi ballast maupun bermuatan dan apakah membawa kargo berbahaya,” ujar Hengki.
Ia menambahkan, Sistem Pelaporan dan Informasi Navigasi di Selat Sunda dan Selat Lombok bersifat wajib, yaitu bagi semua kapal berbendera Indonesia yang melintas, menyeberangi/memotong bagan pemisah lalu lintas (TSS) melalui daerah kewaspadaan (precaution area).
“Sedangkan bagi semua kapal asing yang memasuki bagan pemisah lalu lintas (TSS) Selat Sunda dan Selat Lombok sangat dianjurkan untuk berpartisipasi dalam Sistem Pelaporan dan Informasi Navigasi,” katanya.
Lebih lanjut, Hengki mengatakan dalam berkomunikasi di Selat Sunda dan Selat Lombok harus dilaksanakan dengan percakapan yang mudah dimengerti dan singkat.
“Bagi TSS Selat Sunda melalui Radio VHF pada channel 22 atau 68 dengan nama panggil Merak VTS, sedangkan TSS Selat Lombok melalui Radio VHF pada channel 16 atau 68 dengan nama panggil Benoa VTS, dimana semua kapal yang melewati TSS harus sepenuhnya melaksanakan tugas jaga dengar,” ucap Dia.
Selain itu, imbuh Hengki, peran VTS sangat vital dalam pelaksanaan Sistem Pelaporan dan Informasi Navigasi (SUNDAREP dan LOMBOKREP), mengingat kapal-kapal akan berkomunikasi dengan VTS, terkait dengan fungsi pelaporan kapal, serta terkait dengan pelayanan INS (Information Navigation Service) dan NAS (Navigational Assistance Service), dimana semua kapal yang berlayar di kedua Selat tersebut direkomendasikan untuk mempergunakan informasi yang disiarkan oleh VTS Merak dan VTS Benoa.
Pada kesempatan yang sama, Hengki menjelaskan bahwa Kementerian Perhubungan juga telah menyusun Format Pelaporan sesuai Standard Marine Communication Phrases (SMCP) IMO. “Pertama format pada saat Kapal melintas di TSS Selat Sunda dan Selat Lombok, dan yang kedua pada saat Kapal memotong/menyeberang di TSS,” kata Dia.
Selain itu, format Sistem Pelaporan Kapal disampaikan berdasarkan kode, Identifikasi pesan (jenis laporan) dan laporan pertama. Kode A disampaikan terkait informasi kapal (nama, tanda panggilan, nomor identifikasi IMO dan bendera kapal), kode P untuk muatan di atas kapal (kargo berbahaya atau tidak), Kode Q untuk informasi cacat/kerusakan/kekurangan/keterbatasan, dan Kode X untuk informasi lain-lain yang relevan.
“Adapun jika diperlukan VTS Operator dapat meminta informasi tambahan kepada kapal antara lain Destination, Last port, Sarat kapal dan lain-lain, serta memberikan pelayanan lainnya yang termasuk dalam pelayanan INS dan NAS,” tutup Hengki. (*)