Tekan Penyelewengan Dana Desa, Ini Sistem Desa Antikorupsi Menurut Gus Halim
Data Desa berbasis SDGs Desa bakal menjadi kunci penyelenggaraan pembangunan desa yang transparan dan akuntabel.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendesa PDTT) Abdul Halim Iskandar yakin jika pelaksanaan Program Desa Antikorupsi hasil kerja sama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDTT) bakal menekan potensi tindak pidana korupsi dalam pengelolaan dana desa.
Data Desa berbasis SDGs Desa bakal menjadi kunci penyelenggaraan pembangunan desa yang transparan dan akuntabel.
“Desa mempunyai modal besar dalam menyelenggarakan pemerintahan yang bersih dan akuntabel. Modal besar itu ada pada data berbasis SDGs Desa yang memastikan jika perencanaan pembangunan desa berbasiskan kebutuhan desa bukan keinginan perangkat desanya,” ujar Gus Halim dalam sambutannya di acara peluncuran Program Desa Anti Korupsi di Desa Panggungharjo, Bantul, Yogyakarta, Rabu (1/12/2021).
Pria yang akrab disebut Gus Halim itu menjelaskan, kini Kementerian Desa mengeluarkan Peraturan Menteri Desa PDTT Nomor 21 tahun 2020 yang mengatur proses perencanaan pembangunan desa, salah satu poinnya harus diawali dengan pendataan desa berbasis SDGs Desa.
"Aktivitas pendataan ini menghasilkan data kondisi desa, dan rencana aksi sebagai bahan diskusi liberartif dalam musyawarah desa," katanya.
Dengan data berbasis SDGs Desa tersebut, perencanaan pembangunan yang dibahas pada Musyawarah Desa (Musdes) tidak lagi berdasarkan keinginan kelompok atau elit tertentu melainkan berdasarkan data dan fakta sesuai kebutuhan warga desa setempat.
Setidaknya, lanjut Gus Halim, ada empat derajat korupsi di desa. Pertama, korupsi sistemik yang bermula dari kebijakan level pemerintah daerah hingga ke desa seperti kasus penangkapan Kepala Desa dan Bupati Probolinggo, Jawa Timur
Derajat di bawahnya, korupsi yang dilakukan Kepala Desa bersama-sama dengan Perangkat Desa termasuk anggota keluarganya dengan motif memperkaya diri dan kelompoknya.
Sedangkan derajat korupsi yang rendah yaitu berupa pungutan liar (pungli) terhadap warga desa, mulai dari pungli layanan administrasi, jual beli lahan hingga bahan galian yang mestinya tercatat sebagai PADes.
"Pada derajat yang paling rendah lebih berupa pseudo korupsi, karena kenyataannya berkisar pada kesalahan-kesalahan administrasi. Ini disebabkan kurangnya pengetahuan pengalaman dan keterampilan perihal administrasi keuangan," jelasnya.
Gus Halim berharap, dengan program Desa Antikorupsi yang digagas bersama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), motif-motif korupsi sebagaimana dijelaskan dapat dicegah.
Ia juga juga berharap Desa Antikorupsi terus menjamur dan mewabah secara masif ke desa-desa lainnya mengalahkan serangan Covid-19 yang telah melanda bangsa Indonesia.
"Singkatnya, mewujudkan Desa Antikorupsi adalah mencapai tujuan-tujuan SDGs Desa, dan mencapai tujuan SDGs Desa salah satunya adalah menjadikan Desa Antikorupsi," pungkasnya.
Turut hadir dalam acara launching Program Desa Antikorupsi itu yakni Wakil Ketua KPK Alexander Marwata; Dijen Bina Pemdes Kementerian Dalam Negeri, Yusharto Huntoyungo; Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Astera Primanto Bhakti dan Gubernur D.I Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono. (*)