HNW: Apapun Hasil Judicial Review UU IKN, Wajarnya Jakarta Jadi Daerah 'Istimewa'
Wakil Ketua MPR RI Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA mengingatkan semua pihak tentang pentingnya Jakarta, terlepas apapun hasil judicial review UU IKN.
Editor: Content Writer
Apalagi anggaran untuk membangun IKN yang awalnya disebut tidak menggunakan APBN, saat ini sudah disebutkan dari Rp 466,9 T rencana anggaran, 53 %nya berasal dari APBN. Sementara investor yang semula bersedia berinvestasi malah menarik diri dari proyek IKN.
Namun, adanya UU perpindahan tersebut, tetap harus menjadi perhatian untuk sebesar-besar kemaslahatan Jakarta, warganya dan negara Indonesia di masa yang akan datang.
“Sesudah UU IKN ditandatangani oleh Presiden RI, PKS Jakarta dan masyarakat pada umumnya harus focus mengawal revisi UU No. 29 Tahun 2007 tentang kekhususan DKI Jakarta sebagai Ibukota Indonesia, sehingga akan menghadirkan payung hukum yang menjaga dan mewujudkan skenario positif konstruktif yang tetap dapat menjaga Jakarta dan meningkatkan kapasitas dan kualitasnya,” ujarnya.
Apalagi, lanjut HNW, Pasal 41 ayat (2) UU IKN mengamanatkan waktu hanya dua tahun untuk merevisi UU No. 29 Tahun 2007 sesudah ditandatanganinya UU no 2 tahun 2022 tentang IKN. Padahal, sisa waktu yang tersedia sudah memasuki tahun politik.
“Maka penting segera dilakukan langkah2 yang lebih kongkrit, untuk merevisi UU tersebut, dengan melibatkan pakar, partai politik, ormas, dan Tokoh-tokoh Betawi. Sebab, sekarang saja sudah terasa sekali tahun politiknya, apalagi tahun 2023 dan 2024. Padahal untuk membahas revisi UU soal Jakarta, memerlukan kondisi sosial, politik dan psikhologis yang kondusif, agar hasilkan musyawarah mufakat hadirkan revisi yang terbaik dan maksimal untuk Jakarta masa depan,” tambah Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera ini.
Mempertimbangkan posisi dan fungsi Jakarta, HNW mengusulkan agar ke depan Jakarta tetap diputuskan menjadi provinsi yang bersifat istimewa, sebagaimana Yogyakarta yang diputuskan menjadi Daerah Istmewa.
Sesuai ketentuan pasal 18B ayat 1. Mengingat banyak kemiripan antara Jakarta dengan Yogyakarta yang hanya sebentar jadi Ibukota RI, tapi juga dengan banyaknya peran mensejarah, sementara luas kawasan dan jumlah penduduknya jauh lebih sedikit dari Jakarta.
Di luar itu, HNW juga mengusulkan agar Jakarta ke depan bila tidak lagi mempunyai kekhususan karena tidak lagi menjadi Ibukota RI, maka adil dan sewajarnya bila Provinsi Jakarta seperti Provinsi-provinsi lain di NKRI, mendapatkan hak pemerintahan daerah hingga ke tingkat Kota dan kabupaten yang Walikota dan Bupatinya dipilih secara demokratis oleh Rakyat.
Sebagaimana ketentuan UUDNRI 1945 pasal 18 ayat 1 dan 4. Dan adanya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah hingga ke tingkat Kota dan Kabupaten yang juga dipilih oleh Rakyat dalam Pemilu. Sebagaimana ketentuan UUDNRI 1945 pasal 18 ayat 3. Dan sebagaimana diberlakukan di daerah Istimewa Yogyakarta (minus pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur) dan daerah Otonomi khusus Papua, Papua Barat dan Aceh.
Hal ini sangat penting diperjuangkan melalui revisi UU, agar KPU segera masukkan ketentuan baru tersebut menjadi bagian dari kegiatan Pemilu di Provinsi Istimewa Jakarta pada 2024.
"Semua itu dibutuhkan untuk memastikan terealisirnya komitmen dan skenario positif konstruktif Pemerintah dengan memindahkan Ibukota dari Jakarta ke Penajam Paser Utara di Kaltim. Jangan sampai warga dibuat kecewa karena dipindahkannya Ibukota dari Jakarta dengan proses yang tergesa-gesa, dan tidak mendapat persetujuan bulat di DPR," harap HNW.
"Tetapi, setelah itu pun janji-janji manis mementingkan pembangunan Jakarta, tidak dilaksanakan juga. Diharapkan dengan hasil revisi yang baik terkait UU soal Jakarta, akan memastikan Jakarta terus menjadi kawasan yang maju dan memajukan, sejahtera dan mensejahterakan serta membanggakan Indonesia, serta menyelamatkan Jakarta dari tragedi-tragedi tak diinginkan. Agar nasib Jakarta tidak seperti Yangoon dan Almaathy, mantan Ibukota yang kini merana,” pungkasnya.