Ketua MPR RI Bamsoet Tegaskan Pentingnya Konsesus Bersama Hadapi Tantangan Kebangsaan
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menuturkan bangsa Indonesia akan dihadapkan pada tantangan kebangsaan yang selaras dengan kebesaran dan kemajemukan.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo menuturkan bangsa Indonesia akan dihadapkan pada tantangan kebangsaan yang selaras dengan kebesaran, keluasan, dan kemajemukan yang dimiliki.
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki 17.504 pulau yang membentang di sepanjang garis katulistiwa, memiliki luas wilayah terbesar ketujuh di dunia, dan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia. Terdiri dari 1.340 suku bangsa yang memiliki 733 bahasa dan menganut 6 agama dan puluhan aliran kepercayaan.
"Beragam tantangan kebangsaan tersebut digambarkan secara komprehensif dalam Ketetapan MPR Nomor VI Tahun 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa, antara lain masih lemahnya penghayatan dan pengamalan agama serta munculnya pemahaman terhadap ajaran agama yang keliru dan sempit, kurang berkembangnya pemahaman dan penghargaan atas kebhinekaan dan kemajemukan, kurangnya keteladanan dalam sikap dan perilaku sebagian pemimpin dan tokoh bangsa serta belum optimalnya penegakan hukum," ujar Bamsoet dalam acara Sosialisasi Empat Pilar MPR RI, yang diselenggarakan oleh Generasi Lintas Budaya, bekerjasama dengan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dan Universitas Nasional, secara daring di Jakarta, Kamis (15/12/2022).
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, berbagai tantangan kebangsaan yang dinarasikan oleh MPR pada 21 tahun yang lalu, masih sangat relevan dan kontekstual dengan kondisi kebangsaan dewasa ini.
Semisal, pemaknaan ajaran agama secara sempit menjadi pintu masuk bagi paham radikalisme dan aksi terorisme. Sebagai langkah preventif, sepanjang tahun 2020 hingga Maret 2022, tercatat Densus 88 telah menangkap 658 anggota jaringan terorisme. Meskipun demikian, aksi terorisme masih saja menemukan celah untuk menjalankan aksinya. Misalnya belum lama ini terjadi aksi bom bunuh diri di Mapolsek Astanaanyar, Bandung.
"Penghormatan terhadap kebhinekaan dan kemajemukan pun masih menyisakan pekerjaan rumah yang harus kita selesaikan bersama. Merujuk pada jajak pendapat yang dilakukan Litbang Kompas bulan November 2022, kita patut merasa gembira bahwa mayoritas responden, sekitar 72,6 persen, menganggap masyarakat Indonesia menjunjung tinggi toleransi. Namun di sisi lain, masih ada 47,6 persen responden yang merasa bahwa toleransi dan tenggang rasa dalam kehidupan beragama masih perlu ditingkatkan kembali. Di samping itu, 77,8 persen responden merasa pesimis bahwa toleransi politik akan membaik di tahun politik saat ini yang antara lain dipicu oleh hadirnya isu politik identitas," urai Bamsoet.
Wakil Ketua Umum SOKSI dan Wakil Ketua Umum FKPPI ini, menjabarkan masih kurangnya keteladanan dapat dilihat pada banyaknya kasus korupsi yang dilakukan oleh pejabat negara atau kepala daerah. Hingga Maret 2021, tercatat 429 kepala daerah hasil Pilkada terjerat kasus korupsi. Terlepas dari faktor pemicu terjadinya tindak pidana korupsi oleh kepala daerah, misalnya mahalnya biaya pemilukada, kurangnya kompetensi pengelolaan keuangan daerah, atau minimnya pemahaman terhadap regulasi, maraknya praktik korupsi tersebut mencerminkan rendahnya keteladanan.
"Belum optimalnya penegakan hukum tercermin dari stagnasi indeks penegakan hukum di Indonesia dalam tujuh tahun terakhir. Berdasarkan data World Justice Project yang dirilis bulan Oktober 2022, indeks negara hukum Indonesia memiliki skor 0,53, atau 'hanya' meningkat 0,01 poin dari tahun 2015 dengan skor 0,52. Bahkan merujuk pada survei yang dilakukan Indikator pada bulan Agustus 2022, sekitar 37,7 persen responden menilai bahwa penegakan hukum di Indonesia buruk atau sangat buruk. Survei LSI pada Februari 2022 juga mencatat bahwa 33,7 persen responden menyatakan penegakan hukum di Indonesia buruk atau sangat buruk," jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Keamanan dan Pertahanan KADIN Indonesia ini menambahkan, hadirnya berbagai tantangan kebangsaan tersebut, semakin menyadarkan akan pentingnya konsepsi dan konsensus bersama sebagai sebuah bangsa, yang akan menjadi landasan fundamental dalam menjawab berbagai tantangan kebangsaan tersebut. Beruntung, para pendiri bangsa telah mewariskan sejumlah konsepsi kebangsaan dan kenegaraan. Antara lain yang berkaitan dengan dasar negara, konstitusi negara, bentuk negara, dan wawasan kebangsaan yang selaras dengan karakter ke-Indonesiaan.
"Legasi kesejarahan itulah yang kita temukan dalam Empat Pilar MPR RI, yaitu Pancasila sebagai dasar negara, landasan ideologi, falsafah, etika moral serta alat pemersatu bangsa; Undang-Undang Dasar Negara Republik Tahun 1945 sebagai landasan konstitusional; Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai konsensus yang harus dijunjung tinggi serta semboyan Bhinneka Tunggal Ika sebagai semangat pemersatu bangsa," pungkas Bamsoet. (*)