Bamsoet: PPHN untuk Bangsa yang Fokus Pada Kemajuan dan Kesejahteraan
Tanpa PPHN, pembangunan berskala nasional maupun skala daerah selalu berpotensi kehilangan arah.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo dalam keterangan tertulisnya menyebutkan bahwa terdapat hal yang perlu direnungkan oleh bangsa, yaitu terkait dengan urgensi Pokok-pokok Halauan Negara (PPHN).
"SETELAH 77 tahun meraih kemerdekaan, sudahkah negara-bangsa mampu menyejahterahkan seluruh rakyat? Dan, ketika usia reformasi saat ini menuju durasi waktu seperempat abad, sudahkah semua warga negara mendapatkan akses seluas-luasnya untuk menggapai kemajuan seturut perubahan dan kemajuan zaman? Inilah esensi renungan tentang urgensi Pokok-pokok Halauan Negara (PPHN)," sebut Bamsoet.
Ia mengatakan, tanpa PPHN yang wajib dipatuhi penyelenggara pemerintahan di pusat dan daerah, pembangunan berskala nasional maupun skala daerah selalu berpotensi kehilangan arah, atau tidak berfokus pada kewajiban utamanya menyejahterakan rakyat.
Potensi kehilangan fokus lazimnya disebabkan orientasi administrasi pemerintahan yang lebih mengutamakan realisasi atas program-program yang tidak relevan dengan prioritas kebutuhan masyarakatnya.
"Misalnya, menghambur-hamburkan anggaran sekadar untuk membiayai realisasi program demi legacy, kendati program atau proyek itu bukan menjadi kebutuhan utama masyarakat setempat. Untuk memahami kecederungan seperti itu, rasanya cukup dengan melihat potret Jakarta sebagai contoh kasus. Pembangunan Jakarta yang demikian pesat dalam dekade-dekade terakhir terbukti belum dapat mengatasi kemiskinan sebagian warganya," lanjut Bamsoet.
"Selain itu, Jakarta masih mempunyai masalah yang berkait dengan bayi kurang gizi (stunting) hingga masalah anak putus sekolah. Kalau di Jakarta yang berstatus ibu kota negara saja masih menyimpan persoalan-persoalan mendasar seperti itu, ada banyak daerah lain yang juga memiliki persoalan serupa," sambungnya.
Mengacu pada laporan Badan Pusat Statistik (BPS), beberapa persoalan mendasar itu adalah fakta yang bisa dijumpai di berbagai daerah. Jumlah penduduk miskin per Maret 2022 tercatat 26,16 juta orang. Belasan juta penduduk Indonesia masih mengalami kekurangan gizi, termasuk bayi. BPS juga mencatat, angka putus sekolah meningkat pada 2022 di seluruh jenjang pendidikan; dari Sekolah Dasar hingga sekolah Menengah Pertama (SMP dan Menengah Atas (SMA).
Fakta dan data-data itu menjelaskan bahwa belum semua warga negara terjangkau dan terlayani oleh pembangunan. Puluhan tahun merdeka dan hampir seperempat abad melakoni reformasi, negara belum mampu menyejahterakan seluruh rakyatnya. Pun, kemiskinan dan keterbatasan menjadi penghambat bagi mereka untuk merespons perubahan dan kemajuan zaman. Di era modern sekarang, fakta seperti ini mestinya tidak ada lagi jika saja pelaksana pembangunan selalu berfokus pada kewajiban utama negara menyejahterakan rakyat.
Ada beragam teori atau pendekatan pembangunan yang memungkinkan negara mampu menyejahterakan seluruh rakyat. Namun, kunci utamanya tetap saja konsistensi dan fokus pada kewajiban utama negara. Agar konsistensi dan fokus itu tetap terjaga, negara-bangsa harus memiliki PPHN yang dipatuhi setiap pemerintahan, baik pusat maupun daerah.
"Banyak contoh tentang negara-bangsa yang konsisten dan fokus membangun demi mewujudkan kesejahteraan rakyatnya. Untuk era terkini, lagi-lagi Tiongkok patut untuk dijadikan contoh atau pembelajaran, karena fakta bahwa negara ini telah menjelma menjadi raksasa ekonomi dunia. Padahal, generasi orang tua masa kini masih ingat betul bahwa hingga di penghujung era 80-an, kesan tentang Tiongkok yang berselimut kemiskinan masih sangat kuat," ungkap Ketua MPR tersebut.
"Memang, pada era itu Tiongkok mulai dan sedang membangun di segala sektor. Semuanya dimulai oleh pemimpin Tiongkok masa itu, Deng Xiaoping, dengan gagasan tentang reformasi dan keterbukaan, yang popular dengan ungkapan Gaige Kaifang. Di Forum Rapat Partai Komunis China (PKC) tahun 1978, Deng mengumumkan dan memerintahkan kepada semua instrumen negara agar segera mengimplementasi Gaige Kaifang," paparnya.
"Tiongkok kemudian fokus pada modernisasi empat pilar – dikenal dengan ungkapan Sì gè Xiàn Dàihuà-- yang mencakup sektor pertanian, industri, teknologi dan pertahanan. Tiongkok juga mengakhiri ketertutupannya dengan bersedia menerima modal dan investor asing. Gaige Kaifang adalah PPHN Tiongkok yang masih dipatuhi para pemimpin Tiongkok hingga era terkini. Berkat konsistensi dan fokus yang terjaga, Tiongkok kini menjadi raksasa ekonomi dunia," jelas Bamsoet.
"Maka, kalau pembangunan nasional selalu konsisten dan fokus pada kewajiban negara menyejahterakan rakyat, Indonesia akan mampu mewujudkannya. Terlebih Indonesia sangat kaya akan sumber daya alam (SDA) hayati dan SDA barang tambang," tegas Bamsoet.
Bamsoet pun mengatakan, kita tidak seharusnya lupa bahwa sumber-sumber energi terbarukan atau energi hijau cukup melimpah di seluruh wilayah nusantara. Kalau konsisten dan fokus, hilirisasi SDA seperti nikel, tembaga dan bauksit akan menghasilkan nilai tambah berlipat-lipat untuk kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat.