Bamsoet: PPHN untuk Bangsa yang Fokus Pada Kemajuan dan Kesejahteraan
Tanpa PPHN, pembangunan berskala nasional maupun skala daerah selalu berpotensi kehilangan arah.
Editor: Content Writer
Para pendiri bangsa sejak awal kemerdekaan telah menyiapkan haluan negara sebagai road map pembangunan masa depan bangsa. Pada era Presiden Soekarno, misalnya, ada beberapa Ketetapan MPRS sebagai landasan perencanaan pembangunan. Misalnya Tap MPRS Nomor 1/MPRS/1960 tentang Manifesto Politik Republik Indonesia sebagai GBHN, Tap MPRS Nomor II/ MPRS/1960 tentang Garis-garis Besar Pembangunan Nasional Semesta Berencana 1961-1969, dan Tap MPRS Nomor IV/MPRS/1963 tentang Pedoman-pedoman Pelaksanaan GBHN dan Haluan Pembangunan.
Pada era Presiden Soeharto, GBHN diproyeksikan sebagai perencanaan pembangunan 25 tahunan. Untuk merealisasikan GBHN, ditetapkan Rencana Pembangunan Lima Tahun yang terwujud dalam APBN. GBHN dan turunannya dijadikan sebagai pengejawantahan dari UUD 1945.
Pada era reformasi, berdasarkan amandemen ketiga dan keempat konstitusi, MPR tidak lagi berwenang menetapkan GBHN. Perencanaan pembangunan digantikan dengan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) yang ditetapkan undang-undang, dan diturunkan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang, Menengah, dan Pendek.
Akibatnya, sebut Bamsoet, presiden terpilih pada era Reformasi ini memiliki paradigma pembangunannya masing-masing. Presiden Abdurrahman Wahid yang kemudian dilanjutkan Presiden Megawati Soekarnoputri menghasilkan peraturan perundangan yang menjadi konsep clean and good government. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menghasilkan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Lalu, Presiden Joko Widodo dengan Nawacita.
Masing-masing paradigma tidak memiliki keterkaitan, terang Bamsoet, sehingga tidak salah jika terkesan pembangunan yang dilakukan antar periode pemerintahan tidak selaras dan tidak berkesinambungan.
Gagasan menghadirkan kembali haluan negara yang kini diberi nomenklatur PPHN dapat menjamin keselarasan dan kesinambungan pembangunan antara pusat dengan daerah, dan antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya. PPHN juga memastikan terwujudnya kesinambungan pembangunan antara satu periode pemerintahan ke periode penggantinya, baik di tingkat pusat hingga daerah.
Selain itu, PPHN pun memastikan pembangunan tidak hanya direalisasikan dengan sepenuhnya memanfaatkan APBN. Pelaksanaan pembangunan terlebih dahulu harus didasarkan pada perencanaan yang matang, seperti rencana pembangunan ibu kota baru Indonesia (IKN) di Kalimantan Timur. Dengan pola seperti itu, ada kepastian proyek tidak akan mangkrak ditengah jalan.
"PPHN merupakan dokumen hukum bagi penyelenggara pembangunan nasional yang berbasis kedaulatan rakyat. Artinya, rakyat melalui wakil-wakilnya dalam lembaga MPR yang terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD, berhak merancang dan menetapkannya. Dokumen itu menjadi rujukan bagi presiden dan penyelenggara negara lainnya dalam menyusun berbagai program pembangunan sesuai kewenangannya masing-masing," ujarnya.
"PPHN akan membuat pembangunan nasional kembali menemukan roh dan jati dirinya sebagaimana ditegaskan dalam pembukaan konstitusi. PPHN juga mengingatkan pada gagasan pentingnya perencanaan pembangunan nasional sebagaimana dikemukakan oleh pendiri bangsa pada tahun 1947 (75 tahun yang lalu) yang terlihat dalam tujuh bahan pokok indoktrinasi, yang tujuannya adalah mewujudkan Indonesia yang maju, sejahtera, dan makmur," pungkas Bamsoet.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.