HNW: Supaya Tidak 'Menabrak' Konstitusi, Maka Perppu Ciptaker Yang Tidak Disetujui DPR Agar Dicabut
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengingatkan semua pihak termasuk Presiden agar tidak menabrak konstitusi dan segera mencabut Perppu Ciptaker.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA mengingatkan Presiden Joko Widodo agar tidak menabrak apalagi melanggar Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dengan segera melaksanakan ketentuan Konstitusi yang berlaku yaitu segera mencabut Perppu nomer 2/2022 soal Ciptaker, dengan segera mengajukan Rancangan Undang-Undang Pencabutan Perppu Cipta Kerja.
Hal tersebut sebagai konsekuensi dari ketaatan terhadap Konstitusi yang berlaku di NKRI karena tidak adanya persetujuan DPR RI terhadap Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagaimana diatur dalam UUDNRI 1945.
“Ketentuan konstitusi terkait soal seperti itu sudah sangat rinci dan jelas. Sebagai antisipasi bila terjadi penolakan juga sudah ada RUU Pencabutan Perppu. Maka ketika memang terjadi penolakan/tidak disetujui oleh DPR dalam rapat paripurna berikutnya, seharusnya aturan hukum ini segera dilaksanakan dan diajukan oleh Presiden atau DPR,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Jumat (24/2/2023).
HNW sapaan akrabnya mengatakan sehingga ketika Perppu Ciptakerja tidak mendapatkan persetujuan DPR sesuai aturan Konstitusi, sangat wajar apabila banyak pakar hukum tata negara yang mengkritisi dan menilai bahwa Perppu tersebut seharusnya dicabut, karena apabila tidak dicabut, merupakan tindakan yang melanggar konstitusi.
Hal ini disampaikan oleh, di antaranya, Pakar Hukum Tata Negara Prof Denny Indrayana, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran (Unpad) Prof Susi Dwi Harijanti, Dosen Tata Negara Universitas Andalas (Unand) Feri Amsari, hingga lembaga yang kerap mengkaji peraturan perundang-undanganp seperti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia.
Lebih lanjut, HNW menambahkan bahwa RUU Pencabutan Perppu Ciptaker ini seharusnya juga sudah disiapkan oleh pemerintah selaku pemrakarsa pembuatan Perppu tersebut. Hal itu sebagaimana tertuang dalam Perpres Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksana UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana diubah dengan Perpres No.76 Tahun 2021, bahwa selain menyiapkan RUU Penetapan Perppu menjadi UU, pemerintah juga perlu menyiapkan RUU Pencabutan Perppu.
Hal itu disebutkan dalam Pasal 61 ayat (1) Perpres Nomor 87 Tahun 2014 yang berbunyi, ‘Selain menyusun Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Menjadi Undang-Undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, Pemrakarsa juga menyusun Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.’
“Jadi, seharusnya RUU Pencabutan Perppu tersebut sudah disiapkan oleh pemerintah. Sehingga ketika terjadi “penolakan” oleh DPR, tidak ada alasan bagi pemerintah untuk tidak segera mengajukan RUU Pencabutan Perppu Ciptaker ke DPR, sebagai konsekuensi taat Konstitusi karena gagalnya Perppu disetujui DPR di Rapat Paripurna sesudah diajukannya Perppu”ujarnya.
Kegagalan memperoleh persetujuan dalam rapat paripurna DPR itu terjadi pada Masa Sidang III Tahun Sidang 2022-2023 yang dimulai pada 10 Januari 2023 hingga 16 Februari 2023. Seharusnya berdasarkan Pasal 22 UUD NRI 1945 dan UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Perppu itu harus memperoleh persetujuan rapat paripurna sesudah perpu diajukan ke DPR, dan tentunya itu berlaku di masa sidang sesudah Perppu diajukan.
Namun, hingga masa sidang berakhir pada 16 Februari 2023, dimana telah dilakukan tiga kali rapat paripurna DPR, ternyata tidak ada satu pun agenda membahas persetujuan DPR atas Perppu tersebut, sehingga ketentuan Konstitusi tidak terpenuhi dan makna “kegentingan memaksa” yang jadi alasan utama lahirnya Perppu pun juga gugur dan tidak relevan lagi.
Padahal, lanjut HNW, pada pidato pembukaan masa sidang pada 10 Januari 2023, pimpinan DPR RI yang membuka sidang menyadari bahwa Perppu harus dibahas dan selesai dibahas pada masa sidang tersebut.
“Pimpinan DPR sudah menyatakan dalam pidato pembukaan masa sidang sesudah diserahkannya Perppu dengan jelas mengakui akan adanya aturan dan pembatasan untuk persetujuan DPR atas Perppu. Maka dengan tidak adanya persetujuan hingga akhir masa sidang DPR, itu berarti tidak ada persetujuan dari DPR melalui forum Sidang Paripurna. Artinya, sesuai Pasal 22 ayat (3) UUD NRI 1945, maka Perppu Ciptaker itu harus dicabut, agar terjadi ketaatan terhadap konstitusi. Agar lembaga negara menjadi contoh taat Konstitusi agar bisa diteladani oleh Rakyat saat diminta patuh pada ketentuan-ketentuan Konstitusi,” pungkasnya.