Arsul Sani: Penindakan Korupsi Harus Bisa Mengembalikan Potensi Pemasukan Keuangan Negara
Arsul menghadiri diskusi Empat Pilar MPR yang membahas penindakan korupsi serta kasus 349 T.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua MPR RI Arsul Sani mengatakan, sudah waktunya penegakan hukum terhadap pelaku korupsi mempertimbangkan aspek pengembalian kerugian keuangan negara atas praktik kejahatan tersebut dan bukan semata fokus memenjarakan terpidana korupsi, seperti yang selama ini dilaksanakan.
Jadi, penegakan hukum terhadap pelaku korupsi harus berjalan beriringan, antara memenjarakan pelaku tindak pidana korupsi dan pengembalian kerugian keuangan negara akibat praktik korupsi.
Untuk itu, menurut Arsul perlu ada revisi terhadap UU Tipikor, agar undang-undang tersebut lebih sesuai dengan Konvensi PBB tentang Anti Korupsi (United Nations Convention Against Corruption-UNCAC) tahun 2003. Apalagi Indonesia juga sudah meratifikasi konvensi tersebut, sehingga UU Tipikor yang sekarang berlaku perlu disesuaikan dengan UNCAC.
“Proses penindakan hukum terhadap pelaku tindak korupsi harus berjalan beriringan antara upaya pemenjaraan dan pengembalian kerugian keuangan negara, bukan hanya salah satu saja,” kata Arsul menambahkan.
Pernyataan itu disampaikan Arsul Sani, saat menjadi narasumber pada diskusi Empat Pilar kerja sama Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) dengan Biro Hubungan Masyarakat dan Sistem Informasi Sekretariat Jenderal MPR RI. Acara tersebut berlangsung di Media Center MPR/DPR, Rabu (5/4/2023).
Tema yang dibahas dalam diskusi tersebut adalah "Polemik 349 T, Peran Legislator Ungkap Keadilan Sosial Demi Selamatkan Pajak Negara". Selain Arsul ,diskusi tersebut juga menghadirkan dua narasumber yang lain. Yaitu Anggota MPR Fraksi Partai Gerindra dan anggota Komisi XI DPR RI Ir. Kamrussamad serta Peneliti Ekonomi Indef Nailul huda
Sila kelima Pancasila keadilan sosial menurut Arsul harus diartikulasikan, kes eluruh aspek kehidupan, salah satunya dengan tax rasio, tidak sekadar puas dengan pencapaian target yang sudah ditetapkan, karena ternyata target yang ditetapkan masih terlalu kecil.
“Salah satu bentuk artikulasi sila keadilan adalah transparansi yang semakin jelas terhadap mekanisme penganggaran, tidak ditutupi atau malah dikaburkan,” kata Arsul lagi.
Sebelumnya, Anggota MPR Fraksi Partai Gerindra Ir. Kamrussamad menekankan skandal 349 T yang menyeret kementerian keuangan harus berakhir untuk kepentingan bangsa dan negara. Akhir dari skandal tersebut juga harus mendukung perbaikan tata kelola pemerintah.
“Selama ini kita mengakui reformasi birokrasi telah berjalan dengan baik. Tetapi karena kasus, ini kemungkinan masih akan melahirkan tersangka baru, bisa dikatakan bahwa sebenarnya reformasi perpajakan belum selesai. Terbukti masih ada kegagalan yang harus dievaluasi,” kata Kamrussamad menambahkan.
Skandal 349 T, menurut Kamrussamad membuka mata terhadap praktik tak terpuji yang selama ini tersembunyi di Kemenkeu, yaitu, adanya orang-orang pajak yang menjadi konsultan pajak.
“Praktik seperti itu berpotensi menyebabkan kerugian terhadap keuangan negara. Karena itu skandal ini harus diusut tuntas, dan memberikan sanksi yang memiliki efek jera bagi para pelakunya,” pungkas Kamrussamad. (*)