Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

8 Hakim Tolak Permohonan Novel Baswedan soal Syarat Usia Capim KPK, Arsul Sani Dissenting Opinion

Arsul menilai jika mengacu terhadap prinsip rasionalitas, MK seharusnya perlu memberikan ruang pengecualian bagi pegawai yang bekerja di KPK.

Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in 8 Hakim Tolak Permohonan Novel Baswedan soal Syarat Usia Capim KPK, Arsul Sani Dissenting Opinion
Tribunnews.com/Reza Deni
Hakim MK Arsul Sani berbicara kepada pers seusai pengucapan sumpah di Istana Negara, Kamis (18/1/2024). rsul Sani jadi satu-satunya hakim konstitusi yang memiliki dissenting opinion atau pendapat berbeda terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas gugatan syarat usia calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Arsul Sani jadi satu-satunya hakim konstitusi yang memiliki dissenting opinion atau pendapat berbeda terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas gugatan syarat usia calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).


Dalam putusannya, Kamis (12/9/2024), MK menolak gugatan yang diajukan oleh mantan penyidik KPK Novel Baswedan mengenai syarat usia calon pimpinan KPK.

Baca juga: Novel Baswedan Soroti Kepedulian Hakim MK Terhadap Pendaftaran Capim KPK





Namun, Arsul menilai MK seharusnya mengabulkan gugatan dengan perkara Nomor 68/PUU-XXII/2024 ini.


Ia menyoroti pertimbangan MK sebelumnya dalam putusan Nomor 112/PUU-XX/2022 yang diajukan oleh Wakil Ketua KPK 2019-2023, Nurul Ghufron. 

Baca juga: Novel Baswedan Soroti Kepedulian Hakim MK Terhadap Pendaftaran Capim KPK


Dalam putusan tersebut, MK memberi ruang untuk pimpinan KPK yang tengah menjabat untuk mengikuti seleksi calon pimpinan. MK pun lalu mengubah norma Pasal 29 huruf e UU KPK.


“Berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun atau berpengalaman sebagai Pimpinan KPK, dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan," bunyi norma Pasal 29 huruf e UU KPK setelah diubah MK.

BERITA TERKAIT


Arsul menilai jika mengacu terhadap prinsip rasionalitas, MK seharusnya perlu memberikan ruang pengecualian bagi pegawai yang bekerja di KPK untuk menjadi calon pimpinan KPK. Meskipun, kata dia, harus melalui syarat tertentu.


Syarat yang dimaksud itu, yakni mencakup dua hal, diantaranya pegawai KPK tersebut telah bekerja selama 10 tahun berturut-turut serta bekerja di bidang pencegahan korupsi dan penindakan (penegakan hukum) tindak pidana korupsi.


"Saya menyepakati bahwa posisi pimpinan KPK ini seyogianya diisi oleh orang-orang yang bukan saja hanya memenuhi syarat yang ditentukan oleh syarat yang secara formal ditetapkan dalam angka 21 dari UU 19/2019 yang mengubah Pasal 29 UU 30/2002,” ujar Arsul.


Tetapi juga, lanjutnya, seyogianya membuka ruang bagi orang yang meskipun belum mencapai usia minimum yang ditentukan UU 19/2019, namun memiliki kemampuan atau kompetensi dan pengalaman dalam melaksanakan tugas, fungsi dan kewenangan KPK di bidang pemberantasan korupsi.


“Serta pemahaman terhadap sistem kerja, permasalahan, dan target kinerja yang hendak dicapai oleh KPK," tegasnya.

Baca juga: Nurul Ghufron Gagal Tes Seleksi Capim KPK, Diduga karena Pernah Langgar Etik


Jika dalil pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian, maka seharusnya norma Pasal 29 huruf e UU KPK berbunyi:


Berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun atau berpengalaman sebagai Pimpinan KPK atau berpengalaman sebagai Pegawai KPK yang bekerja di bidang pencegahan atau penindakan (penegakan hukum) tindak pidana korupsi sekurang-kurangnya selama 10 (sepuluh) tahun secara berturut-turut atau paling tinggi berusia 65 (enam puluh lima) tahun. 


Sebelumnya, MK menolak permohonan uji materi Pasal 29 huruf e Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK yang diajukan Novel. MK menilai permohonan tersebut tidak berasalan menurut hukum.


"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Suhartoyo dalam sidang putusan di gedung MK, Jakarta, Kamis. 


Selain itu, MK juga menolak permohonan provisi (putusan sela) yang diajukan Novel. Dalam provisi itu, Novel meminta MK untuk mengeluarkan putusan agar menunda proses seleksi calon pimpinan KPK.


"Menolak provisi para pemohon," ujar Suhartoyo.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas