Semangat Membumikan KUHP Buah Pikiran Anak Bangsa
forum sosialisasi: “Membumikan KUHP Dalam Kancah Nasional” yang berlangsung secara hybrid, pada Selasa (6/6)
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Kitab Undang-Undang Hukum Pidana baru telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI pada tanggal 6 Desember 2022 dan akan diimplementasikan beberapa tahun mendatang. Meski begitu, masih ada penafsiran yang berbeda yang mendorong urgensi sosialisasi KUHP. Guna meningkatkan pemahaman masyarakat, Kementerian Kominfo (Kemenkominfo) melalui Direktorat Jenderal Informasi Komunikasi Publik bersama Universitas Trisakti menggelar Forum Sosialisasi KUHP dengan tema “Membumikan KUHP Dalam Kancah Nasional” di Universitas Trisakti, Jakarta.
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kemenkominfo, Usman Kansong menjelaskan, “KUHP yang baru bukan hanya sekedar menetapkan aturan tapi juga mengubah pola pikir masyarakat yang sudah melekat kuat selama ini. Sangat wajar jika banyak pertanyaan dan timbul pro kontra dalam masyarakat karena banyak masyarakat yang belum mengetahui secara persis apa isi KUHP yang baru.”
Ia juga menjelaskan bahwa sosialisasi dan dialog dengan masyarakat telah berjalan sejak sebelum KUHP disahkan. Namun proses sosialisasi penting untuk terus dilakukan, guna menyelaraskan pemahaman dan membumikan KUHP.
“Sampai pada awal 2023 KUHP sudah disahkan, penafsiran yang berbeda juga mendorong urgensi sosialisasi KUHP. Bukan dengan menghindari, tapi perbedaan pemahaman tersebut justru harus dihadapi pemerintah dengan adanya komunikasi yang inklusif sehingga memberikan pemahaman yang mudah kepada masyarakat secara menyeluruh,” tambah Usman.
Dalam sesi ini, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Profesor Harkristuti Harkrisnowo memberikan penjabaran tentang pembaruan KUHP. Salah satunya soal sistematika dan jumlah pasal dalam KUHP baru.
“Sudah ada perubahan yang cukup signifikan dalam sistematika KUHP baru ini. Babnya itu lebih banyak KUHP lama, jadi tidak benar jika disampaikan bahwa KUHP baru itu menciptakan tindak pidana baru dan lainnya. Karena di sini hanya ada 43 bab dan separuh dari pasal di KUHP baru juga diambil dari tindak pidana yang sudah ada di KUHP sebelumnya,” ujar Harkristuti.
Hadir juga Guru Besar Hukum Pidana, Profesor Andi Hamzah yang menyampaikan kritik bahwa sebagian besar rumusan KUHP baru ini masih disalin dari KUHP lama (Het Wetboek van Strafrecht voor Ned. Indie). Ia memaparkan beberapa pembahasan delik yang dapat diperkuat untuk KUHP baru ke depannya.
“Menurut saya penyusun (KUHP) sudah hebat dan bagus sekali, cuma perlu ada hal-hal yang harus diluruskan agar tidak menimbulkan persoalan baru,” jelas Andi.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta dan Peneliti Hukum Pidana, Chairul Huda, menambahkan bahwa pada mazhab awal berlakunya KUHP baru, masyarakat dapat mengawal penerapannya dan menjadi bagian dari kemajuan hukum Indonesia.
“Kita harus mengapresiasi kepada seluruh tim dan pemerintah karena dengan ini kita benar-benar merdeka. Ini menjadi upaya bangsa untuk dekolonialisasi, supaya Indonesia bisa melepaskan diri dan merdeka ketika sudah menggunakan undang-undang buatan bangsa sendiri,” ujar Chairul.
Sebagai negara hukum, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan, termasuk pemerintahan di Indonesia, harus senantiasa berdasarkan hukum. Salah satu proses pembangunan hukum yang sedang dilaksanakan oleh pemerintah, khususnya di bidang hukum pidana, adalah dengan melakukan revisi terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Tujuannya, menggantikan KUHP lama sebagai produk hukum pemerintahan zaman kolonial Hindia Belanda yang kurang sesuai dengan dinamika masyarakat saat ini.
Ketua Pusat Studi Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Dian Adriawan Daeng Tawang, menambahkan, “Nilai-nilai yang terkandung dalam KUHP masih bersifat individualis dan liberal sehingga penerapannya sering ditemukan permasalahan hukum. Hal ini disebabkan karena muatan KUHP adalah terjemahan dari bahasa Belanda yang tidak diterjemahkan secara autentik dalam rumusan aturan. KUHP tersebut tidak memiliki penjelasan resmi dari pasal demi pasal.”
Namun, Rektor Universitas Trisakti, Kadarsah Suryadi, berharap agar sosialisasi KUHP juga dapat menyasar para pihak-pihak yang mengimplementasikan hukum pidana.
“Banyak perubahan yang nantinya akan mendapat penyesuaian oleh para praktisi hukum. Dengan sosialisasi yang konsisten kepada praktisi dan penegak hukum, KUHP baru dapat berjalan efektif dalam 3 tahun ke depan,” ujar Kadarsah.
Forum Sosialisasi KUHP dilaksanakan secara hybrid (luring dan daring) dengan menghadirkan 300 peserta secara luring dan daring. Hadir Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra, sebagai pengampu diskusi yang memoderatori para narasumber. Peserta sosialisasi ini datang dari beragam latar belakang, seperti para ahli dan guru besar hukum, organisasi mahasiswa, dan juga perwakilan dari pemerintah, guna memberi pemahaman tentang pembaharuan KUHP terbaru Republik Indonesia.