Kemenhub Atur Pelayaran Masuk Pelabuhan Ulee Lheue Demi Tingkatkan Penyeberangan di Banda Aceh
Pelabuhan Ulee Lheue yang terletak kurang lebih tujuh kilometer dari pusat Kota Banda Aceh, merupakan akses satu-satunya sarana angkutan laut yang mel
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Pelabuhan Ulee Lheue yang terletak kurang lebih tujuh kilometer dari pusat Kota Banda Aceh, merupakan akses satu-satunya sarana angkutan laut yang melayani penumpang dengan rute Banda Aceh-Pulo Aceh.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Kenavigasian, Capt. Budi Mantoro pada kegiatan Focus Group Discussion (FGD), Penetapan Alur Pelayaran Masuk Pelabuhan Ulee Lheue Provinsi Aceh yang digelar di Hotel Harris, Sumarecon Bekasi pada hari, Selasa (11/7).
“Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memastikan adanya alur pelayaran yang tepat, aman dan efisien di Pelabuhan Ulee Lheue.” ujar Capt. Budi
Capt. Budi mengungkapkan, Pelabuhan Ulee Lheue saat ini memiliki areal seluas kurang lebih 8 hektar mencakup fasilitas terminal penumpang sebagai bangunan utama, lahan parkir, dermaga kapal cepat, dermaga kapal lambat, kolam pelabuhan dan lain-lain.
“Dalam revisi RT/RW Kota Banda Aceh 2006-2016 dijelaskan, pengembangan pelabuhan di Pelabuhan lama Kawasan Ulee Lheue adalah untuk pelabuhan skala Internasional, sebagai pelabuhan pengumpan primer dan berfungsi untuk pelabuhan umum melayani penumpang antar pulau dan negara, juga menjadi gerbang untuk provinsi, kabupaten, dan kota di sekitarnya. Pelabuhan ini akan diperuntukan terutama untuk kapal-kapal penumpang dari dan ke Pelabuhan Balohan di Sabang,” tukas Capt. Budi.
Lebih lanjut Capt. Budi mengatakan sebagai pusat aktivitas penumpang, Pelabuhan Ulee Lheue memiliki kontribusi yang cukup besar pada pertumbuhan ekonomi lokal dan pengembangan perekonomian daerah.
Oleh karena itu, sudah selayaknya alur pelayaran masuk Pelabuhan Ulee Lheue segera ditetapkan, untuk memperoleh alur pelayaran yang ideal dan memenuhi berbagai aspek kepentingan keselamatan dan kelancaran bernavigasi serta melindungi kelestarian lingkungan maritim.
Terkait hal tersebut, Capt. Budi menambahkan, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut melalui Distrik Navigasi Tipe A Kelas II Sabang bekerja sama dengan Pushidrosal telah mengadakan survey mandiri untuk Menyusun rencana penetapan Alur Pelayaran masuk Pelabuhan Ulee Lheue. Berdasarkan hasil survey, secara teknis Pelabuhan Ulee Lheue memiliki alur Panjang 2,5 km (1,39 Nm), lebar (break water) 60 m dan kedalaman 1,17 s.d 12,37 mLWS. Hasil survey di kolam Pelabuhan didapatkan kedalaman berkisar 1,22 s.d 4,72 meter dengan jenis material dasar laut pasir dan lumpur halus.
Pelabuhan Ulee Lheue memiliki 7 (tujuh) buah SBNP existing, memiliki system rute alur satu arah (one way route) dan terdapat Stasiun Radio Pantai (SROP Ulee Lheue) PKA 5. Disain alur tidak berada dalam Kawasan konservasi dan tidak terdapat area ranjau, pipa dan kabel bawah laut.
“Hasil survei merekomendasikan untuk melaksanakan pengerukan di area yang terdapat kedangkalan di sekitar kolam Pelabuhan dan jalur masuk alur pelayaran Pelabuhan Ulee Lheue agar ilah gerak kapal aman,” ujar Capt. Budi.
Selain itu, demi terwujudnya alur masuk pelayaran yang aman dan nyaman, perlu dilaksanakan sosialisasi bagi pengguna jasa alur masuk pelayaran, seperti boat nelayan oleh para pemangku kepantingan dan perlu diusulkan pula Daftar Suar Indonesia (DSI) yang sudah terpasang.
Capt Budi berharap, dengan ditetapkannya Alur Pelayaran Pelabuhan Ulee Lheue, tidak hanya dapat menjamin keselamatan kapal pada Alur Pelayaran Masuk Pelabuhan Ulee Lheue sehingga kelancaran traffic dapat meningkat.
Namun juga dapat menjaga kelestarian lingkungan maritim di sepanjang perairan Alur Pelayaran, mendukung para pengguna jasa maritim berupa PLI (Kertas/Elektronik) serta produk Nautika Pushidrosal, meningkatkan intensitas, efektifitas dan konektivitas Pelayaran serta Kelancaran arus barang dan penumpang, serta mempertegas pemanfaatan tata ruang laut sehingga pengelolaan dan pemanfaatan ruang laut menjadi selaras.
Untuk itulah, Capt. Budi berharap melalui Kegiatan FGD ini, para Ahli, Pemangku Kepentingan, dan Pakar Maritim dapat berbagi pengetahuan, pengalaman, serta pandangan mengenai rencana penetapan Alur Pelayaran Masuk Pelabuhan Ulee Lheue.
“Saya berharap, kegiatan FGD ini dapat menjadi awal yang baik dalam proses pengambilan keputusan yang berkelanjutan dengan berdasarkan informasi yang akurat. Saya juga berharap diskusi yang kita lakukan hari ini dapat menghasilkan pandangan yang cermat, usulan yang konstruktif, dan rekomendasi yang kuat untuk penetapan alur pelayaran masuk Pelabuhan Ulee Lheue Provinsi Aceh,” tutup Capt. Budi.
Sebagai informasi, FGD kali ini menghadirkan para narasumber dari Direktorat Kenavigasian, Direktorat Kepelabuhanan, Distrik Navigasi Tipe A Kelas II Sorong, serta Pushidrosal.
Adapun para peserta FGD ini berasal perwakilan dari Pushidrosal, Kemenko Marves, KKP dan BIG, perwakilan dari Direktorat dan Bagian di lingkungan Ditjen Perhubungan Laut, Kepala Distrik Navigasi Tipe A dan Tipe B di seluruh Indonesia.
Kantor KSOP Kelas IV Malahayati, Ketua STIP Jakarta, Direktur BP3IP, Direktur Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang, Direktur Poltekpel Surabaya, Direktur Polteknis SDP Palembang, Komandan Pushidrosal, serta seluruh SKPD terkait di lingkungan Provinsi Aceh dan Banda Aceh. (*)