Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Lestari Moerdijat: Perempuan Indonesia Memiliki Potensi Sebagai Pemimpin

Lestari Moerdijat mengatakan bahwa perempuan Indonesia berpotensi menjadi pemimpin dan tidak lagi memandang perempuan sebagai warga kelas dua.

Editor: Content Writer
zoom-in Lestari Moerdijat: Perempuan Indonesia Memiliki Potensi Sebagai Pemimpin
Istimewa
Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi Puncak Ancaman El Nino di 2023, yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (26/7/2023). 

TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menyampaikan bahwa kepemimpinan perempuan di Indonesia bukanlah hal baru. Sejarah mencatat di masa kerajaan Nusantara dan kemerdekaan Indonesia, peran perempuan sangat besar karena kepemimpinan sejatinya melekat pada person, bukan gender.

"Berdasarkan catatan sejarah bangsa ini, sesungguhnya perempuan Indonesia memiliki potensi yang melekat sebagai pemimpin," kata Lestari Moerdijat pada keterangan tertulisnya, Jumat (28/7).

Pernyataan itu disampaikan Lestari saat menjadi pembicara kunci secara daring pada acara Indonesia Most Powerful Women Awards 2023 bertema Leadership Beyond Gender yang digelar Herstory.co.id, Kamis (27/7).

Baca juga: Lestari Moerdijat Ajak Peran Orang Tua dan Guru dalam Pendidikan Karakter Anak Bangsa

Menurut Lestari, pada masa kejayaan kerajaan-kerajaan Nusantara, hadir para
pemimpin seperti Ratu Shima (Kalingga), Ratu Kalinyamat (Jepara), Sultanah Safiatuddin
(Aceh), Ratu Boki (Ternate), dan pemimpin zaman kerajaan lainnya. Mereka memiliki kemampuan melawan penjajah, bahkan mengubah peradaban.

Demikian juga, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, pada masa sebelum dan sesudah kemerdekaan, sejumlah perempuan dianugerahi gelar sebagai pahlawan nasional karena mampu memimpin kelompok masyarakat di daerah tertentu untuk memerangi penjajah, seperti Laksamana Malahayati, Martha Christina Tiahahu, dan Raden Ajeng Kartini.

Menurut Rerie, distorsi tentang peran perempuan Indonesia, kemungkinan terjadi pada periode kolonialisasi dengan konsekuensi asimilasi nilai dan akulturasi budaya. Perempuan pun didaulat hanya berurusan dengan hal-hal domestik.

Baca juga: Lestari Moerdijat: Tren Pariwisata Global Harus Diantisipasi dengan Langkah yang Tepat

Akibatnya, ujar Rerie yang juga legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu, pandangan pada kepemimpinan perempuan Indonesia dalam catatan sejarah berbeda dengan kondisi saat ini. Sejumlah tantangan pun muncul, terutama terkait anggapan bahwa perempuan adalah warga kelas dua.

Berita Rekomendasi

Oleh karena itu, dibutuhkan inisiatif individual dan komunal untuk menyudahi tantangan paradigma pemikiran, tendensi, dan habitus publik yang memandang perempuan sebagai warga kelas dua.

"Bagaimana kita bisa kembali pada semangat kepemimpinan perempuan warisan sejarah Nusantara agar setiap individu punya kesempatan yang sama? Perubahan itu harus dimulai dari perubahan pola pikir," tegas Rerie.

Mengutip buku berjudul Leadership Beyond Gender: Transcend Limiting Mindsets to
Become a More Engaging Leader, karya Valencia Ray (2013), ujar Rerie, sejatinya visi kepemimpinan untuk meningkatkan kehidupan manusia tidak memiliki gender dan tidak terbatas.(*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas