Datang dalam Pengukuhan Rektor UKI, Bamsoet Kembali Tegaskan Pentingnya Pintu Darurat Konstitusi
Datang dalam pengukuhan rektor UKI sebagai guru besar, Bamsoet kembali tegaskan untuk pentingnya pintu darurat konstitusi dalam UUD 1945
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar dan Dosen Pascasarjana Universitas Pertahanan RI (UNHAN) Bambang Soesatyo (Bamsoet) kembali menegaskan pentingnya Indonesia memiliki pintu darurat dalam UUD 1945 dan protokol kedaruratan ketika terjadi kekosongan kekuasaan akibat pemilu tidak dapat dilaksanakan secara tepat waktu.
Bamsoet juga mengingatkan bahwa pekerjaan rumah bangsa Indonesia yang harus dituntaskan yaitu kemiskinan, kebodohan dan ketidakadilan.
"Selain soal ketidakpastian hukum sebagaimana disampaikan oleh Prof Dhanis, penataan kekuasaan kehakiman juga perlu segera dilakukan untuk menjamin rasa keadilan masyarakat," ungkap Bamsoet dalam keterangan tertulisnya.
Hal itu disampaikan Bamsoet dalam sambutannya saat pengukuhan Prof. Dr. Dhaniswara K. Harjono. SH.,MH.,MBA sebagai Guru Besar Ilmu Hukum Bisnis di Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta, Rabu (10/1/2024).
Ketua Dewan Pembina Perhimpunan Alumni Doktor Ilmu Hukum UNPAD ini juga mengapresiasi pencapaian akademik Rektor Universitas Kristen Indonesia (UKI) Prof. Dr. Dhaniswara K. Harjono. SH.,MH.,MBA, yang dikukuhkan sebagai Guru Besar Ilmu Hukum Bisnis Universitas Kristen Indonesia (UKI).
Baca juga: Hadiri Kick Off, Bamsoet Dukung Penyelenggaraan Indonesia Modification & Lifestyle Expo 2024
Mengangkat orasi ilmiah tentang 'Direksi Kebal Hukum?', Dhaniswara melakukan kajian hukum bisnis dalam perspektif restrukturisasi badan usaha milik negara (BUMN).
"Selamat atas dikukuhkannya Prof. Dr. Dhaniswara K. Harjono. SH.,MH.,MBA sebagai Guru Besar Hukum Bisnis Program Doktor Hukum UKI. Sebagai praktisi hukum dan keberhasilannya menahkodai UKI sejak tahun 2018, Prof Dhaniswara layak memperoleh gelar akademis tertinggi di perguruan tinggi tersebut," ujar Bamsoet.
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini juga menuturkan, dalam orasi ilmiah Prof Dhaniswara menjelaskan direksi BUMN adalah penanggung jawab utama atas kegiatan restrukturisasi yang dilakukan untuk memperbaiki dan mengembangkan kinerja dalam upaya penyelamatan perusahaan.
Ia menambahkan, direksi seringkali dihadapkan pada situasi dilematis yang menimbulkan keraguan dalam mengambil keputusan strategis untuk kepentingan pengelolaan perseroan. Khususnya, terkait dengan keperluan untuk melakukan transaksi dan investasi yang didalamnya terkandung risiko bisnis dan risiko hukum.
"Kerap terjadi direksi perseroan yang bertanggung jawab untuk kepengurusan perseroan demi kemajuan perseroan justru terjerat permasalahan hukum akibat dari keputusan atau kebijakan yang dibuatnya. Begitu pula apabila keputusan yang diambil merugikan perseroan, direksi dituntut secara hukum, baik perdata maupun pidana,” jelas Bamsoet.
Baca juga: Bamsoet Dorong Peningkatan Ekonomi Syariah di Indonesia
“Dalam kaitan tersebut direksi sebagai penanggung jawab perseroan ketika dalam melaksanakan tugasnya didasarkan pada doktrin business judgement rule, maka direksi tersebut tidak dapat dituntut secara hukum sepanjang yang telah dilakukan sesuai dengan governance yang berlaku," tambah Bamsoet.
Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI dan Kepala Badan Polhukam KADIN Indonesia ini memaparkan, business judgement rule adalah konsep dimana direksi perseroan tidak dapat dibebankan tanggung jawab secara hukum atas keputusan yang diambilnya.
Walaupun keputusan tersebut menimbulkan kerugian bagi perusahaan, lanjut Bamsoet, sepanjang keputusan itu dilakukan dengan mengedepankan itikad baik, tujuan dan cara yang benar, dasar yang rasional dan kehati-hatian serta penuh tanggungjawab.
Dalam penerapan doktrin business judgement rule sesungguhnya terletak pada mekanisme dan prosedur yang ditempuh oleh direksi sebelum diambilnya keputusan tersebut. Bukan merujuk pada isi keputusan itu sendiri.
Prinsipnya, dalil business judgement rule sangat berkaitan dengan ada tidaknya unsur kesengajaan, yakni mengetahui (willens) dan menghendaki (wettens) pada diri direksi saat mengambil keputusan. Jika tidak ada keduanya, tidak ada kesalahan pada sang direksi.
"Pengambilan keputusan direksi perseroan yang merupakan cikal bakal terbentuknya kebijakan perusahaan, sepanjang telah dilakukan sesuai anggaran dasar, penerapan risk management berupa six eyes principle serta pengendalian internal yang konservatif dan efektif, bukanlah pelanggaran hukum, apapun hasilnya," pungkas Bamsoet. (*)
Baca juga: Ketua MPR RI Bamsoet Dorong Peningkatan Industri Makanan dan Minuman di Tanah Air